Selasa, 03 Mei 2011

perbandingan desa pada orde lama dan reformasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kehadiran pemerintah dan keberadaan pemerintah adalah suatu yang urgen bagi proses kehidupan masyarakat, sejarah telah membuktikan bahwa masyarakat sekecil apapun kelompoknya membutuhkan pelayanan pemerintah para ahli pemerintahan lebih menemukan fungsi utama pemerintahan yaitu fungsi pengaturan ( regulation ) dan fungsi pelayanan (service).
Suatu Negara bagaimanapun bentuknya dan seberapapun luasnya tidak akan mampu menyelenggarakann pemerintahan secara sentral terusmenerus keterbatasan kemampuan pemerintah menimbulkan konsekuensi logis bagi distribusi urusan-urusan pemerntahan Negara kepada pemerintahan pemerintahan daerah perbedaan kondisi daerah, kebutuhan daerah, sumber daya daerah, asfirasi daerah. Dan bahkan prioritas daerah menurut perunya diciptakan transportasi kebijakan nasional yang efektif kedalam program daerah secara responsive dan bertanggung jawab.
Pada dasarnya pemerintahan desa merupakan satuan organsasi terendah dalam pemerintahan Dalam hal ini ada dua masa pemerintahan yang akan diangkat, hal tersebut cendrung berbeda dalam menjalankan roda pemerintahan pada masa rezim orde baru kebijakan pengaturan penyelenggaraan pemerintah di desa diatur dalam undang-undang No 5 tahun 1997 yang menyebutkan bahwa desa merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibaah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara kesatuan republik Indonesia.
Berakhirnya kekuasaan orde baru yang kemudian digantikan oleh B.J Habibi merupakan harapan yang akan membawa perubahan Indonesia agar lebih baik karena system pemerintahan khususnya yang ada di desa merupakan kepanjangan tangan dari pusat untuk memilih satu partai tertentu jadi jelas pemerintah desa seperti tidak berfungsi untuk menjalankan roda pemerintah. Tapi pada reformasi terdapat dampak perubahan pada poliik dan pola penyelenggaraan pemerintahan desa perubahan terjadi terasa sangat cepat nulai dari pergantian kekuasaan dan brbagai kebijakan bar yang dikeluarkanoleh pemerintah pusat maupun daerah. Implikasi kebijakan kabinet reformasi antara lain otonomi daerah yang menawarkan gerakan demokrasi melalui undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah udang-undang ini juga mengatur tentang pemerintah daerah. Latar belakang kelahiran maupun implementasi dari undang- undang tersebut adalah pemerintah desa harus dikembalikan kepada bentuk aslinya yang disebut self governing community, pemerintah desa sebaiknya bukan merupakan pemerintah pada level administrative yang paling rendah tetapi sebagai lembaga tradisional desa.

B. RUANG LINGKUP MASALAH
Sesuai dengan latar belakang yang di uraika diatas penulis menganggap bahwa masalah itu sangat menarik untuk dibahas dan di pelajari, dan penulis coba tuangkan dalam bentuk paper atau makalah ini.
Dalam paper ini ruang lingkupnya yaitu : upaya untu melakukan atu mewujudkan pemerintahan yang demokratis memang harus seimbang antara kebijakan dan pelaksanaannya, yang mana langka-langka untuk membahas pemerintah desa dilakukan dengan menerbitkan undang-undang no 13 tahun 96 tentang penghapusan desa hardikan artinya desa yang memiliki hak-hak istimewa desa tertentu yang tidak dimiliki desa lain. Maka paska reformasi diterbitkan undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemeritah daerah yang juga mengatur pemerintahan desa juga.

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan paper ini adalah agar penulis dan dan pembaca dapat mengerti, dapat menganalisis dan dapat membandingkan serta dapat memantau perjalanan system pemerintahan yang ada dulu dan sekarang.
Paper ini juga saya buat bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kulia system pemerintahan desa dan kelurahan dan juga sebagai bahan pembelajaran saya diakan datang.















BAB II
PEMBAHASAN

A.HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

Sampai saat ini di lingkungan negara-negara yang sedang berkembang masalah hubungan antara Pusat dan Daerah masih menjadi salah satu isu sentral, terutama di negara yang wilayahnya sangat luas atau kehidupan penduduknya secara sosial maupun ekonomi hiterogen. Pengalaman menunjukkan bahwa karena pemerintahan daerah yang mencerminkan hubungan kekuasaan antara Pusat dan Daerah terfokus pada aspek politik, maka masalah kesenjangan hubungan keduanya sering berakibat pada ancaman disintegrasi nasional.
konflik di Pakistan Timur yang kemudian menjadi Bangladesh sekarang, tapanuli (medan) yang membuktikan demokrasi di idonesia msh jauh dari kedewasaan dan masih banak contoh daerah lainnya adalah contoh besarnya akibat yang bisa ditimbulkan dari masalah hubungan kekuasaan antara Pusat dan Daerah. Pengalaman lain juga menunjukkan bahwa masalah hubungan kekuasaan antara Pusat dan Daerah tersebut, lebih sering timbul di negara-negara kesatuan yang sejumlah sekitar 80% dari jumlah negara di dunia dewasa ini. Tentu saja hal ini tidak berarti bahwa negara-negara federal masalah semacam itu tidak pernah ada, hanya saja di negara-negara federal tidak sampai mengancam kesatuan nasional mereka. Adanya pemerintahan daerah merupakan hal yang sangat penting dalam membangun sistem pemerintahan negara yang demokratis, karena bisa menampung pluralisme bangsa yang bersangkutan, mendorong partisipasi masyarakat dan memberikan tambahan pilihan bagi warganya terutama yang bersangkutan dengan kebutuhan dan kepentingan penduduknya.

Dengan adanya pemerintahan daerah, maka pluralisme yang ada dalam masyarakat negara baik sosial, budaya, ekonomi dan lainnya bisa ditampung dalam wadah pemerintahan daerah masing-masing sehingga tidak mengarah kepada otokrasi sentral. Dalam wilayah mereka, keragaman yang ada dalam masyarakat tetap terpelihara sehingga menjadi akar kebangsaan, tanpa kemudian harus menaifkan ciri-ciri khusus kedaerahan yang ada. Melalui pemerintahan daerah juga bisa diberi kesempatan yang lebih luas bagi penduduk untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah mereka, melalui bermacam-macam dewan daerah baik yang bersifat politik (seperti DPRD di Indonesia) maupun ekonomi (misalnya Komite Perlindungan Konsumen Daerah) atau sosial misalnya Dewan Pemangku Adat Daerah dan sebagainya. Masyarakat juga mempunyai kesempatan untuk memperoleh pilihan yang lebih banyak, dari pelayanan umum yang disediakan pemerintahan
daerah selain yang disediakan oleh pemerintahan secara nasional.
Disamping itu kehadiran pemerintahan daerah, bisa mendorong demokrasi melalui :
1. Tamabahan kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan suaranya, melalui pemilihan-pemilihan lokal
2. memberikan hak yang luas bagi warganya untuk berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan termasuk kegiatan dalam kelompok penekan.
3. Politisi lokal memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada pemilihannya ketimbang para pejabat atau politisi di pusat.
4. Merupakan latihan atau sekolah untuk membangun sistem yang demokratis.
5. Pemerintah Daerah sebagai wakil komunitas sub nasional dalam lingkungan daerah tertentu, bisa mendorong terwujudnya negara bangsa.
6. Memperluas pemahaman individu kearah pemahaman konsep kebangsaan yang lebih luas, sehingga misalnya tidak menganggap bahwa pemungutan suara sekedar cermin kepentingan pribadi tetapi juga untuk kepentingan bangsa/nasional.
7. Masyarakat lokal didorong untuk menyelesaikan sendiri konflik-konflik yang terjadi secara internal, tanpa campur tangan Pusat sehingga bisa meningkatkan stabilitas nasional.

Untuk mewujudkan pemerintahan daerah di Indonesia yang lebih baik di masa datang, dalam membahas hubungan kekuasaan antara Pemerintahan dengan Daerah ini sangat ingin mengajak untuk mulai memperhatikan aspek ekonomi. Studi mengenai perekonomian daerah memang belum lama berkembang yaitu pada tahun 1980an, sehingga definisi pemerintahan daerah dalam pandangan akademisi yang memperhatikan bidang ekonomi juga berbeda dengan yang biasa kita ketahui. Secara umum pemerintah daerah dipahami sebagai : Organisasi yang ditetapkan oleh undang-undang dipilih secara demokratis yang berkedudukan di bawah pemerintah pusat, propinsi atau pemerintah regional; yang menyediakan pelayanan publik bagi masyarakat dalam wilayah kekuasaannya. Cole dan Boyne mendefinisikan pemerintahan daerah didefinisikan sebagai : Suatu badan yang dipilih secara demokratis dalam daerah tertentu, yang berwenang memungut pajak untuk melaksanakan kebijaksanaan yang dibuatnya sendiri atas pelayanan kepada masyarakat yang mereka berikan.
Menurut definisi tersebut ada 3 unsur penting dalam pemerintahan daerah, yaitu :
1. Dibentuk melalui pemilihan lokal yang demokratis.
2. Berwenang memungut pajak.
3. Berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sementara secara tradisional pemerintahan daerah dalam konsep yang dipakai di Indonesia sebagaimana rumusan daerah otonom, yaitu : kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia (Pasal I UU No. 5 / 1974). Dalam UU No. 22 / 1999 rumusan Daerah Otonom sedikit dirubah menjadi : kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan republik indonesia.
Dalam definisi pemerintahan dari sudut pandang politik tersebut tidak disinggung tentang efektifitas pemda. Demikian pula berbagai hal yang berkaitan dengan kondisi obyektif daerah yang kurang memadai, misalnya kapasitas politik, kondisi geografi, dan kurangnya pemahaman masyarakat daerah yang bisa mempengaruhi keberhasilan pemerintahan kurang diperhatikan. Karenanya argumentasi yang menjadi pembenar utama mengenai pemerintahan daerah bagi ilmuwan politik, bahwa pemerintahan daerah tidaklah sesederhana suatu mekanisme pemberian pelayanan masyarakat dalam sektor publik.
Ada beberapa alasan mengapa perlu adanya sutu system pemerintahan daerah yaitu.
1. alasan sejarah
2. alasan situasi dan kondisi wilayah
3. alasan keterbatasan pemeritahan
4. alasan politisi dan psikologis
Pemerintah daerah terdiri dari dua jenis yaitu, pemerintahan local administrative (local state government) dan pemerintahan local yang mengurus rumah tangga sendiri (local self government), Landasan pemerintahan daerah mengacu pada kebijakan pemerintahan didaerah pada pasal 18 UUD 1945 dan penjelasannya yang berbunyi : pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya diterapkan dengan undang-undang. Dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam system pemerintahan Negara dan hak-hak asal usul dalam daerah-daearah yang bersifat istimewa. Dalam pasal tersebut jelas bahwa Indonesia merupakan suatu Negara kesatuan maka dalam Negara Indonesia tidak akan mempunyai daerah dilingungan yang bersifat Negara juga. Negara Indonesia akan dibagi dalam daearah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi dalam bagian yang lebih kecil yang bersifat otonomi dan bersifat adminstratif belaka. Lalu dalam Negara Indonesia terdapat daerah-daerah yang beersifat istimewa yaitu desa di jaw dan bali, nagari di minangkabau, dusun dan marga di palembang.
Latar belakang perlu adanya pemerintah di desa
Latar belakang pemikiran perlunya pemerintahan di desa dijiwai dalam penjabaran UUD 1945 dengan pertimbangan-pertimbangan yaitu,
 pertimbangan kondusif situsional. Secara nyata dan obyektif wilayah negara kita merupakan gugusan kepulauan yang dipisahkan oleh selat, laut dan dikelilingi lautan yang amat luas.
 Pertimbangan sejarah dan pengalaman pemerintahan
 Pertimbangan politisi dan sikologis
 Perimbangan teknis pemerintahan

B. PEMERINTAHAN DESA PADA MASA ORDE BARU
Gempa politik yang terjadi pada akhir tahun 1965 dan awal tahun 1966 ini, menampilkan letjen soeharto beliau dengan tangkas mengambil alih pimpinan angkatan darat yang lowong dengan tewasnya jendral A. Yani. Lalu mulailah oprasi yang gencar dan sistemetis nenumpas G30S/PKI dalam orde baru selain mengambil alih pimpinan angkatan darat soeharto juga merubah sistem pemerintahan yang sudah ada termasuk sistem pemerintahan desa, karna pada orde baru pemerintahan desa merupakan pembantu dalam mendongkrak dan mempertahankan kekuansaanya dalam pemilu-pemilu yang berlangsung dahulu.
Dimasa rezim orde baru kebijakan pengaturan penyelenggaran pemerintahan didesa diatur dalam undang-undang no 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, pada masa ini desa merupakan presentasi (kepanjangan) tangan dari pemerintahan pusat, hal ini jelas apa yang menjai kebijakan pusat akan diterapakan didesa tergantung pada keputusan pusan dan desa dikondisikan menjadi alat pemerintah untuk kepentingan pemerintah pusat dan daerah dari pada kepentingan masyarakat desa itu sendiri. Jadi pemerintah desa merupakan organisasi terendah yang diposisikan berada di bawah camat atau sebagai sub kordinasi dan bawahan pemerintah kecamatan dan pemerintah kabupaten sebaai mana yang tercantum didalam uu no 5 199 pasal 1(a) Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
kebijakan rezim orde baru menetapkan pemerintah desa adalah kepala desa dan lembaga musyarah desa kepala desa yang dipilih oleh masyarakat desa bertanggung jawab kepada bupati atau walikota melalui amat sebagai pejabat yang memiliki kewenangan untuk mengangkat dab memberhentiksn kepala desa pada hal kepala desa bertanggung jawab penuh kepada masyarakat desa yang telah memilihnya. Hal tersebut merupakan suatu bentuk kelasahan dalam melaksanakan pemerintahan yang demikratis didesa yang dilakukan oleh rezim orde baru. Hal ini pada dasarnya karena rezim orde baru ingin memperkuat kekuasaannya sehingga kepala desa dijadikan sebagai alat kekuasaan ntuk memobilisasi masyarakat desa agar setiap pemilu golar sebagai partai penguasa. Kekalahan yang dialami golkar maka akan berdampak kepada pencopotan kepala desa dari jabatan.

peranan kepala desa dan kepala kelurahan sebagai pemimpin penyelenggara pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
1. kedudukan tugas dan fungsi Afarat pemerintahan
Berdasarkan ketentuan tugas pasal 3 undang-undang nomor 5 tahun 1979 ditegaskan bahwa :
I. pemerintan desa terdiri atas :
 kepala desa.
 Lembaga musyawarah desa.
II. Pemerintah desa dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh perangkat desa, yaitu :
 Sekretaris desa
 Kepala urusan.
 Kepala dusun.
Dari konstruksi yang demikian itu maka susunan organisasi pemerintah desa meliputi :
I. Unsur pimpinan, yaitu :
 Kepala desa.
 Lembaga musyawrah desa.
II. Unsur pelayanan, yaitu :
 Sekretaris desa
 Kepala urusan
III. Unsur pelaksana tugas wilayah, yaitu kepala-kepala Dusun.
Untuk menegaskan pola dan tata pembagian serta suhubungan kerja pada unit-unit organisasi pemerintahan desa, kedudukan, tugas dan fungsi unit kerja dalam struktur organisasi pemerintahan desa dapat dijabarkan sebagai berkut :
a. kedudukan, tugas pokok dan fungsi kepala desa.
1. kepala desa berkedudukan sebagai alat pemerintah desa dan unit pelaksanaan pemerintahan diatas desa
2. kepala desa mempunyaitugas pokok untuk menyelenggarakanurusan rumah tangga sendiri, penyelenggaraan urusan pemerintahan, melaksanakan kegiatan pembangunan dan membina masyarakat disamping itu kepala desa juga mempunyai tugas untuk menumbuhkan dan mengembangkan semangat gotong royang masyarakat sebagai sendi utama penyelenggaraan pemerintahan, pelasanaan pembangunan dan pembinaan masyarakat.
3. kepala desa mempunyai fungsi melaksanakan kegiatan pentelenggaraan urusan rumah tangganya, melaksanakan koordinasi, menggerakan peran serta masyarakat dalam pembangunan, melaksanakan tugas tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah temasuk ketentraman dan ketertiban masyarakat, dan juga menyelenggarakan kegiatan dalam rangaka paleksanaan urusan pemerintahan lainnya.
b. kedudukan, tugas pokok dan fungsi lembaga musyawarah desa.
1. lembaga musyawarah desa berkedudukan sebagai wadah permusyawaratan/ pemufakatan dari pemuka-pemuka masyarakat yang ada di desa tersebut.
2. lembaga musyawarah desa bertugas untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
3. lembaga musyawarah desa berfungsi menyampaikan bahan masukan / input badi penyusunan keputusan desa dan membina hubungan baik antara pemerintah desa dengan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah dan melaksanakan pebangunan desa.
c. Kedudukan, tugas pokok dan fungsi sekretaris desa.
1. seretaris desa berkedudukan sebagai unsur pelayanan / staf dibidang ketata usahaan kepala desa dan pemimpin sekretaris desa.
2. sekretaris desa mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pembinaan dan pelaksanaan administrasi pemerintahan. Pembangunan dan kemasyarakatan serta memberikan pelayanan ketatausahaan kepala desa.
3. sekretaris desa mempunyai fungsi melaksanakan urusan surat menyurat,kearsipan dan laporan, melaksanakan urusan keuangan dan administrasi umum, serta melaksanakan tugas kepala desa dalam hal kepala desa berhalangan.
d. Kedudukan kepala urusan dan fungsinya
Kepala urusan berkedudukan sebagai unsur pembantu sekdes dan berfungsi sebagai :
1. kegiatan sesuai dengan unsur bidang tugas
2. pelayanan administrasi terhadap kepala desa
3. bertanggung jawab kepada sekdes.
e. Kepala dusun adalah sebagai pelaksana tugas kepala desa diwilayahnya dan berfungsi malaksanakan kegiatan pemerintahan pembangunan masyarakat, melaksanakan keputusan desa diwilayah kerjanya, melaksanakan kebijaksanaan kepala desa, serta bertanggung jawab kepada kepala desa.

D. PEMERINTAHAN DESA DI ERA REFORMASI
Berakhirnya orde baru maka sistem pemerintahan dimasa revormasi sangat terasa cepat perubahan yang dialami dalam sitem pemerintahan mulai dari pergantian kekuasaan dan berbagai kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerinah pusat maupun daerah, dalam upaya kearah demikratisasi. Implikasi kebijakan kabinet reformasi antara lain dengan minculnya otonomi daerah yang mana menawarkan gerakan demokrasi melalui undang-undang no 22 tahu 1999 tentang pemerintahan daerah undang-undang ini juga mengatur tentanf pemerintahan desa. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraannya pemerintah desa. Pemerintah desa melakukannya bersama-sama dengan BPD lebih bersifat independent pemilihan anggotanya dilakukan sendiri oleh masyarakat desa dari elit-elit desa yang mencalonkan diriuntuk menjadi pengurus BPD. BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah desa dan berfungsi untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintah desa selain mengayomi adat istiada, membuat peraturan desa dan menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat desa.
Namun dengan kebijakan seperti ini aplikasi yang ada dilapangan ternyata banyak menimbulkan masalah hampir diberbagai daerah diindonesia.sistem yang ditungkan dalam uu no 22 tahun 1999 dan ketika diterapkan. Desa dibentuk pemerintahan desa dan badan perwakilan desa yang merupakan pemerintah desa.
Pemerintah desa terdiri dari :
Kepala desa dan perangkat desa;
perangkat desa terdiri atas :
unsur staf, yaitu unsur pelayanan seperti sekretariat desa dan atau tata usaha unsur pelaksana yaitu pelaksanaan tekhnis lapangan seperti urusan pamong tani.
Tugas dan kwajiban kepala desa :
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa
b. Membina kehidupan masyarakat desa
c. Membina peronomian di desa
d. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
e. Mendamikan perselisihan masyarakat di desa
f. Mewakili desanya didalam dan diluar pengadilan dan dapat menujuk kuasa hukumnya.
g. Mengajukan rancangan peraturan desa dan bersama-sama BPD menetapkannya sebagai peraturan desa
h. Menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan berkembang di desa yang bersangkutan.
Badan Perwakilan Desa (BPD)
Jumlah anggota BPD ditentukan berdasarkan banyaknya anggota masyarakat yang tinggal di desa tersebut dan ketentuannya sebagai berikut :
a. Jumlah penduduk sampai dengan 1500 jiwa, 5 orang anggota
b. 1501 sampai dengan 2000 jiwa, 7 orang anggota.
c. 2001 sampai dengan 2500 jiwa, 9 orang anggota
d. 2501 sampai dengan 3000 jiwa, 11 orang anggota
e. Lebih dari 3000, 13 orang anggota
f. Anggota BPD dipilih dari caloncalon yang diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi, sosial politik, glongan profesi dan unsur pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan.
Fungsi BPD mengayomi aitu nenjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan berkembang didesa yang bersangkutan sepanjang menunjang kelngsungan pembangunan legislasi merumuskan dan menetapkan peraturan desa bersama-sama pemerintah desa.
Pengawasan yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa, APBDes serta keutusan kepala desa. Menampung aspirasi masyarakat yaitu menangani dan menyalurkan aspirasi yang di terima dari masyarakat kepada pejabat atau instansi yang berwenang. Rancangan perdes disusun oleh kepala desa dan atau BPD, kepala desa menetapakan peraturan desa setelah mendapatkan persetujuan dari BPD.
Sember pendapatan desa :
 Pendapatan desa, hasil usaha desa, hasil kekayaan desa dll
 Bagi hasil dari pajak daerah kabupaten / kota sebesar 10% paling sedikit
 Bantuan dari pemerintah kabupaten
 Kekayaan desa
Pada dasarnya otonomi daerah lebih dititik beratkan kepada daerah itu sendiri dalam pemberian otonomi melalui pembentukan dan penyusunan daerah serta dengan penyerahan urusan adala prinsip memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat indonesia secara menyeluruh dan pemerintah pusat hanya mengawasi jalannya otonomi yag sekarang berjalan, walaupun sekarang dengan adanya otonomi masih banyak kekurangannya, anggap semua itu sebagai proses pendewasaan demokrasi.


















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi demokratisasi adalah sebuah pendorang adanya otonomi yang ada di indonesia artinya daerah dapat mengelola pemerintahn sendiri tanpa harus banyak ikut campur pusat didalam penjelasan sebelumnya bahwa pemerintahan daera, otonomi daera sebenarnya sudah ada dari dahulu akan tetapi proses penerapannya yang mugkin berbeda dimana pada orde baru mungkin systemnya adalah lebih kepada otoriter dan setela reformasi semua itu berubah dengan cepat.
Jika proses otonomi tidak dijalankan dengan sesuai maka hsilnyapun akan timbul kekecewaan masyaraakat maka sudah seharusnya apa yang menjadi posisi otonmi itu harus di tempatkan setelah melihat kondisi masyarakat kita yang terdiri dari brbagai suku, maka dari hasil uraian diatas dapat saya analisis beberapa perbandingan penyelenggaraan pemerintah desa.
Pada masa orde baru ada beberapa pokok penyelenggaraan pemerintahan desa, diantaranya pemerintah desa atau kepala desa serta LMD di jabat oleh oleh satu orang, kepala desa menjabat selama 8 tahun, peraturan/kebijakan di desa diterapkan oleh pusat atau daerah, pemerintah desa dilaksanakan secara sentralistik dan banyak lagi lainnya.
Lahirnya revisi UU 22/99, nampaknya dilandasi tiga konteks. Pertama, sebagai reaksi gelombang krisis legitimasi pemerintah pusat dihadapan daerah yang diperkuat friksi yang berlarut-larut dalam tubuh government. Kedua, gagalnya membangun struktur politik demokratis (seimbang dan adil) berkenaan hubungan pusat-daerah yang dilandasi upaya mempertautkan pradigma integralisme (bernaung pada jargon NKRI) dengan pendekatan demokrasi. Ketiga, menajamnya benturan lembaga-lembaga politik representasi (demokrasi formalis) ketika harus mengakomodasi membengkaknya partisipasi civil society di aras politik lokal.
Sejak UU No. 22/99 diberlakukan tahun 2000, berbagai pihak menganggapnya sebagai jembatan emas mengakhiri sentralisasi melalui desentralisasi dan otonomi, suatu modal mewujudkan demokrasi berbasis lokal. Asumsinya, makin dekatnya jarak antara pengambil kebijakan (eksekutif dan legislatif) dengan partisipasi warga, maka aspirasi itu berpeluang terakomodasi dengan cepat dan efektif, lalu lahirlah kebijakan yang menguntungkan masyarakat secara meluas.


DAFTAR PUSTAKA
 Sachroni,Oman. 1997. Penguatan kelembagaan pemerintahan desa / pemerintahan kelurahan. Jakarta : Direktorat Jendral pemerintahan umum dan otonimidaerah departemen dalam negeri.
 Syafei, inu kencana. 1994. Sistem pemerintahan Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
 Nuraini, siti. 2007. Sistem Pemerintahan desa dan kelurahan. Bekasi : Unisma
 www.pemerintahan desa.com

Reformasi Birokrasi dalam Sistem Pelayanan Publik pada Badan Perizinan Terpadu di Kabupaten Sragen

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelaksanaan otonomi daerah penuh di awal reformasi tidak dapat dipisahkan dari keinginan untuk menciptakan tatanan kepemerintahan yang demokratis, khususnya tatanan kepemerintahan yang lebih banyak memberikan kewenangan daerah dan rakyatnya untuk mengelola dan mengatasi persoalan daerahnya. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah secara terus menerus meningkatkan pelayanan publik. Seiring dengan hal itu tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas terus meningkat dari waktu ke waktu. Tuntutan tersebut semakin berkembang seiring dengan tumbuhnya kesadaran bahwa warga Negara memiliki hak untuk dilayani dan kewajiban pemerintah daerah untuk dapat memberikan pelayanan.
Tantangan yang dihadapi dalam pelayanan publik bukan hanya menciptakan sebuah pelayanan yang efisien, tetapi juga bagaimana pelayanan juga dapat dilakukan dengan tanpa membeda-bedakan status dari masyarakat yang dilayani. Dengan kata lain, bagaimana menciptakan pelayanan yang adil dan demokratis. Salah satu filosofi dari otonomi daerah adalah semakin mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat, selayaknya perlu diketahui terlebih dahulu persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Setelah permasalahan pelayanan masyarakat diinventarisir dan dilakukan analisis, maka perlu di lakukan strategi pelayanan yang efektif dan sesuai dengan karakteristik wilayah dan penduduknya.
Pada umumnya, pelayanan diberikan melalui beberapa organisasi birokrasi pemerintah. Organisasi-organisasi tersebut juga bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakan publik yang dirancang untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Akses terhadap proses pengambilan keputusan yang menentukan alokasi pelayanan publik, juga akses terhadap organisasi birokrasi yang membagi pelayanan publik menjadi hal yang penting dalam mewujudkan tujuan pendistribusian yang adil dan merata.
Birokrasi merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa. Selain melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government). birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan. Keberhasilan birokrasi dalam pemberantasan KKN juga ditentukan oleh banyak faktor lainnya. Di antara faktor-faktor tersebut yang pertu diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi birokrasi” adalah kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan Negara, baik unsur aparatur negara maupun warga Negara dalam mewujudkan clean government dan good governance, serta dalam mengaktualisasikan dan membumikan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara kita, sesuai posisi dan peran negara dan bermasyarakat.
Ada tiga level pembahasan dalam rangka meningkatkan pelayanan publik. Pertama kebijakan, apakah kebijkan dalam pemberian pelayanan memang sudah benar-benar dirujukan untuk kepentingan masyarakat. Kedua kelembagaan, apakah lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau hanya berdasar pada kebutuhan eksistensi lembaga-lembaga di daerah agar tidak dilakukan likuidasi terhadap lembaganya, termasuk juga kepentingan-kepentingan politis yang sangat kental terutama ketika masuk dalam pembahasan di tingkat legislatif. Ketiga sumber daya manusia, apakah sumber daya manusia yang memberikan pelayanan juga memerlukan kecakapan-kecakapan tertentu, karena saat ini telah terjadi perubahan-perubahan dimana masyarakat juga memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik, maka birokrasi tidak bisa bertindak hanya berdasarkan pada perintah atasan, namun tuntutan masyarakat juga menjadi bagian penting.
Sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang makin meningkat, tuntutan yang lebih terbuka, serta perkembangan globalisasi yang memicu peningkatan yang lebih cepat lagi dalam kebutuhan dan tuntutan akan pelayanan publik, maka model birokrasi tradisional tersebut biasanya dianggap tidak lagi memadai. Untuk itu, diperlukan satu model baru yang mampu beradaptasi dengan tuntutan perubahan ini. Model yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat serta merespon berbagai perubahan yang terjadi dengan cepat. Sepuluh tahun lalu Kabupaten Sragen mungkin lebih identik dengan image daerah minus, tandus dan sarat keterbelakangan. Namun, seorang pemimpin yang mempunyai komitmen telah membuktikan bahwa konsistensi dan kerja keras mampu mengubah wajah Sragen yang gersang menjadi daerah dengan segudang keberhasilan.
Tidak hanya melepaskan diri dari predikat kabupaten tertinggal, Kabupaten Sragen juga telah menjadi barometer bagi daerah lain bahkan hingga tingkat nasional. Tercatat ada 16 dari 25 kebijakan Sragen yang resmi diadopsi di tingkat nasional. Diawali dengan sistem pelayanan perizinan satu pintu (one stop service) satu persatu kebijakan Sragen mulai dijadikan pedoman untuk dikembangkan oleh pusat. Di antaranya sistem pemerintahan berbasis elektronik, perekrutan pegawai negeri sipil berbasis kompetensi, pertanian sistem organik, sistem informasi manajemen kependudukan, desa siaga sehat, pembiayaan mikro, hingga pewirausahaan PNS. Tangan dingin dan kerja kerasnya juga telah melahirkan banyak penghargaan. Sejak Kabupaten mulai merombak birokrasinya hingga kini sudah ada 73 penghargaan untuk Kabupaten Sragen. Termasuk enam kali penghargaan Adipura secara berturut-turut serta yang terakhir penghargaan sebagai Kabupaten Sehat yang diterima 10 November 2009 lalu.
Torehan prestasi dan keberhasilan itu menjadi bukti kematangan konsep kepemimpinan yang terapkan oleh seorang pemimpin yang mempunyai niat yang sangat besar untuk merubah wajah sragen menjadi seperti sekarang ini. Ditangan Untung , kebijakan pembangunan difokuskan tidak hanya sektor ekonomi, pendidikan dan kesehatan namun juga pada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Untung percaya, dengan SDM yang berkualitas, pemberdayaan potensi daerah akan lebih optimal.
Secara bertahap seluruh instansi dan desa pun dilengkapi dengan sarana komputer lengkap dengan jaringan online. Dengan perangkat tersebut akses pelayanan publik seperti pengurusan perizinan, surat-surat identitas hingga sertifikasi tanah menjadi lebih mudah, cepat dan transparan. Adapun yang melatar belakangi mengapa reformasi birokrasi dilaksanakan di Kabupaten Sragen adalah :
1. Hasil survey UNDP, mutu pembangunan manusia Indonesia berada pada rangking 111, sangat rendah dibawah Sri Lanka
2. Laporan World competitiveness Report, Indonesia mempunyai daya saing sangat rendah, dari 60 Negara yang disurvey, Indonesia rangking ke 59
3. Hasil survey Transparan International, index anti korupsi Indonesia sangat menyedihkan, pada urutan 133, posisi Indonesia lebih buruk dari Vietnam
4. Soemitro Djoyohadikusumo, perkiraan 20% anggaran bocor.
5. Kwik Kian Gie korupsi diperkirakan Rp.444 T (melebihi APBN (2002-2003)
6. Pelayanan yang buruk, berbelit-belit dan pungli dianggap wajar (hasil survey UGM)
Pembangunan daerah tentu memiliki banyak aspek dan pekerjaan rumah yang menumpuk sehingga sulit bagi pemerintah daerah jika harus menggarap semua aspek dan jenis pembangunan. Untuk mengoptimalkan pembangunan daerahnya, pemerintah daerah mesti mencari daya pengungkit (leverage) yang berujung pada penentuan skala prioritas. Keberhasilan pembangunan daerah pada pokoknya menggunakan sejumlah pola leverage, yakni
1. Reformasi birokrasi pemerintah daerah
2. Perluasan akses pendidikan bagi masyarakat
3. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat
Dari permasalahan diatas pemerintah Kabupaten Sragen mempunyai kebijakan untuk mereformasi birokrasi yang ada di Daerah tersebut dalam rangka meningkatkan pelayanan perizinan dan non perizinan maka dengan ini pemerintah membuat suatu kebijakan yaitu Unit Pelayanan Terpadu dan sekarang berubah nama menjadi Badan Perizinan Terpadu (BPT). Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Sragen merupakan sebuah lembaga yang bergerak di bidang perizinan, segala bentuk urusan dalam perannya sebagai lembaga pemerintahan daerah yang mempunyai tugas pemerintahan yakni dalam segi pelayanan. Dalam hal ini badan pelayanan terpadu melayanai memberikan izin mendirikan bangunan kepada masyarakat di Kabupaten Sragen. Karena selama ini pengurusan pelayanan perizinan proses pengurusannya masih dinilai kurang berkualitas, maka dari pada itu Badan Perizinan Terpadu ingin memberikan proses pelayanan perizinan berkualitas. Untuk itu badan perizinan terpadu ingin membuat proses perizinan yang efektif dan berkualitas dari yang sudah ada. Kontribusi (Pendapatan Asli Daerah) PAD peran Badan Perizinan Terpadu mempunyai pengaruh bagi pembangunan daerah namun dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan wewenang pun terkadang mengalami sebuah permasalahan pelayanan terkait dengan mutu dan kualitas pelayanan yang telah diberikan kepada masyarakat setempat khususnya daerah kabupaten.
Terciptannya pelayanan yang berkualitas tersebut merupakan kewajiban semua pihak yang terkait untuk dapat merubah atau meminimalkan memperbaiki keadaan agar lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji tema reformasi birokrasi, dengan judul ”Reformasi Birokrasi dalam Sistem Pelayanan Publik pada Badan Perizinan Terpadu di Kabupaten Sragen”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas maka dapat peneliti identifikasi permasalahan, sebagai berikut :
1. Bagaimana reformasi birokrasi yang terjadi dalam sistem pelayanan Publik di Kabupaten Sragen.?
2. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Sragen dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya penataan birokrasi di BPT Kabupaten Sragen.?
3. Strategi apakah yang dilakukan Kabupaten Sragen berkaitan dengan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
(1). Mengidentifikasi reformasi birokrasi yang terjadi dalam sistem pelayanan di Kabupaten Sragen.
(2). Menganalisa hambatan-hambatan yang dihadapi Kabupaten Sragen dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat apa saja yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sragen untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik khususnya dalam mereformasi birokrasi.
(3). Mengkaji strategi yang dilakukan pemerintah Kabupaten Sragen berkenaan dengan upaya untuk mengatasi dan menghadapi masalah-masalah yang tengah dihadapi oleh Pemerintah.
2. Kegunaan penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
(1). Secara akademis, studi ini merupakan bagian pengembangan aplikasi teoritis pada pelaksanaan reformasi birokrasi yang dilakukan oleh kabupaten demi untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
(2). Dari segi praktis, sebagai bahan pembelajaran mahasiswa agar lebih mengerti dan memahami bagai mana sesungguhnya birokrat memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat,
(3). Selain itu juga, laporan ini diharapkan agar menjadi bahan pertimbangan Pemerintah Kabupaten Sragen agar menjadi tolak ukur untuk selalu memberikan pelayanan terbaiknya. Dan memberikan penafsiran kepada para birokrat bahwa sebuah pelayanan adalah kewajiban bukan hak karena mereka diangkat oleh pemerintah untuk melayani masyarakat.

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan ini terdiri atas 5 (lima) pada bab pertama Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, Rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, dan sistematika penulisan. Selanjutnya, bab kedua Dibahas tentang tinjauan teoritis berkaitan dengan reformasi birokrasi, sistem pelayanan publik, dan pola pelayanan terpadu.
Selanjutnya, pada bab ketiga dibahas tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berisikan kondisi geografis, kondisi demografis, kondisi sosial, profil badan pelayanan terpadu (BPT) Pemerintah Kabupaten Sragen, dan struktur organisasi. Lalu pada bab keempat dibahas mengenai pembahasan yang berisi tentang pola reformasi dalam system pelayanan publik di Kabupaten Sragen, birokrasi tentu akan menjadi dambaan masyarakat dan segala kemudahan tersebut telah dirasakan oleh masyarakat yang ada di kabupaten Sragen, Kabupaten yang mempunyai slogan asri, aman, sehat, rapi dan indah. Pelayanan satu pintu melalui badan perizinan terpadu (BPT) mencoba memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam berbagai hal perizinan maupun non perizinan. Dengan pelayanan yang dilakukan di satu tempat, kabupaten yang dipimpin oleh Bapak H. Untung kini telah banyak dikenal oleh kabupaten yang ada di Indonesia, karena di anggap berhasil dalam menerapkan pelayanan prima dan pelayanan satu pintu dengan cepat transparan. Dan selanjutnya bab kelima merupakan bab terakhir dalam penulisan makalah ini yang berisikan tentang kesimpulan yang menyimpulkan tentang Kualitas sebagai standar yang harus dicapai oleh seseorang/ kelompok/lembaga organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan masyarakat. Selanjutnya dalam bab ke V dituliskan saran sebagai masukan untuk Kabupaten Sragen agar menjadi kabupaten yang lebih maju lagi.
BAB II
KERANGKA TEORI

A. Reformasi Birokrasi
Kata reformasi sampai saat ini masih menjadi idola atau primadona yang didambakan perwujudannya oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang diarahkan pada terwujudnya efisiensi, efektivitas, dan clean government. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto,1995:180).
Karl Manheim (Susanto,1995:183) menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat.

Dengan demikian, perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat (Susanto: 185-186).
Khan (1981) memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional. Aktivitas reformasi sebagai padanan lain dari change, improvement, atau modernization.
Berdasarkan pengertian di atas, maka reformasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang akan dicapai reformasi antara lain adalah tercapainya pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien. Reformasi birokrasi publik pada pemerintah daerah dilaksanakan tidak hanya mencakup pembenahan jika tidak disebut perombakan struktural menuju perampingan komponen birokrasi, sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 8 Tahun 2003.
Secara teoritis, reformasi adalah perubahan dimana kedalamnya terbatas sedangkan keluasaan perubahan melibatkan seluruh masyarakat. Pengertian ini akan lebih jelas jika dibedakan dengan Revulusi. Konsep terakhir menunjukkan kedalam perubahan yang radikal sedangkan keluasan perubahannya melibatkan seluruh masyarakat yang terlibat. Reformasi juga mengandung pengertian penataan kembali bangunan masyarakat, termasuk cita-cita, lembaga-lembaga dan saluran yang ditempuh dalam mencapai cita-cita. Reformasi memberikan harapan terhadap pelayanan publik yang lebih adil dan merata. Harapan demikian dihubungkan dengan menguatnya control masyarakat dan besarnya kontribusi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Lebih dari itu, reformasi birokrasi publik juga mencakup perubahan secara gradual terhadap nilai (public value) dan budaya aparat pemerintah daerah yang berimplikasi pada etos kerja, kualitas pelayanan publik, hingga perubahan perilaku sebagai penguasa (ambtenaar) menjadi pelayanan dan pengayoman.
Dari pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan pengertian Reformasi Birokrasi yaitu :
(1). Perubahan mindset, cara berpikir (pola pikir, pola sikap, dan pola tindak)
(2). Perubahan penguasa, jadi pelayan.
(3). Mendahulukan peran dari wewenang, output, tetapi outcom
(4). Perubahan manajemen kinerja.
(5). Pemantauan percontohan keberhasilan (best practices) dalam mewujudkan good governance, clean government (pemerintah bersih), transparan, akuntabel, dan profesional), dan bebas KKN dan
(6). Penerapan formula, bermula dari akhir dan berakhir.
Di Awal Pelayanan publik, ditandai tiga hal, yaitu apa syaratnya, berapa biayanya, dan kapan selesainya pelayanan, Pemberantasan korupsi, mulailah dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan kerja, serta upayakan membangun akhlak mulia/akhlakul karimah (kejujuran/siddiq, keteladanan/tabligh, terpercaya/amanah, profesional dan kreatif/fathonah, dan konsisten/ istiqomah). Penjelasan tersebut dapat dilihat dari Indikator Repormasi Birokrasi Di bawah ini :
1. Kelembagaan : Organisasi ramping struktur dan banyak/kaya fungsi, efisien, dan efektif, organisasi disusun berdasarkan visi, misi, dan strategi yang jelas (structure follows strategy), organisasi efisien dan efektif, rasional, dan proporsional (rightsizing), flat atau datar, ramping, pembidangan sesuai beban dan sifat tugas, span of control yang ideal, bersifat jejaring (small organization but large networking), banyak diisi jabatan-jabatan fungsional (mengedepankan kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugas), dan menerapkan strategi organisasi pembelajaran (learning organization) yang cepat beradaptasi dengan terhadap perubahan.
2. Sumber Daya Manusia Aparatur : SDM yang ingin dibangun adalah PNS yang profesional, netral, dan sejahtera, manajemen kepegawaian modern, PNS yang profesional, netral, sejahtera, berdayaguna, berhasilguna, produktif, transparan, bersih dan bebas KKN untuk melayani dan memberdayakan masyarakat, jumlah dan komposisi pegawai yang ideal (sesuai dengan tugas, fungsi dan beban kerja yang ada di masing-masing instansi pemerintah), penerapan sistem merit dalam manajemen PNS, klasifikasi jabatan, standar kompetensi, sistem diklat yang mantap, standar kinerja, penyusunan pola karier PNS, pola karir terbuka, PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa, membangun sistem manajemen kepegawaian unified berbasis kinerja, dan dukungan pengembangan database kepegawaian, sistem informasi manajemen kepegawaian, sistem remunerasi yang layak dan adil, menuju manajemen modern.
3. Tata Laksana atau Manajemen : Ketatalaksanaan aparatur pemerintah disederhanakan, ditandai oleh mekanisme, sistem, prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien, dan efektif, melalui pengaturan ketatalaksanaan yang sederhana. standar operasi, sistem, prosedur, mekanisme, dan tatakerja. hubungan kerja dan prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi dan privatisasi, pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronis dan pemanfaatan teknologi informasi (e-government), dan apresiasi kearsipan. Juga penataan birokrasi yang efisien, efektif, transparan, akuntabel, hemat, disiplin, dan penerapan pola hidup sederhana. Efisiensi kinerja aparatur dan peningkatan budaya kerja, terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien. Sistem kearsipan yang andal (tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, efektif dan efisien), otomatisasi administrasi perkantoran, dan sistem manajemen yang efisien dan efektif. Unit organisasi pemerintah yang mempunyai potensi penerimaan keuangan negara, statusnya didorong menjadi unit korporatisasi dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU), BHMN, BUMD, Perum, Persero, UPT, UPTD, atau bentuk lainnya.
4. Akuntabilitas Kinerja Aparatur : Pemahaman tentang akuntabilitas terus ditingkatkan dan diupayakan agar diciptakan Kinerja Instansi pemerintah yang berkualitas tinggi, akuntabel dan bebas KKN, ditandai oleh Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang efektif, sistem dan lingkungan kerja yang kondusif. Berdasarkan peraturan dan tertib administrasi, terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai sarana penilaian kinerja instansi dan individu oleh stakeholders (atasan, masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan) didukung sistem informasi dan pengolahan data elektronik yang terpadu secara nasional dan diterapkan di semua departemen/lembaga di bidang perencanaan dan penganggaran, organisasi dan ketalaksanaan, kepegawaian, sistem akuntansi keuangan negara yang dikaitkan dengan indikator kinerja dan pelayanan masyarakat, dan aparatur negara yang bebas KKN (kondisi yang terkendali dari praktek-praktek penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan serta pelanggaran disiplin, tingginya kinerja sumber daya aparatur dan kinerja pelayanan publik).
5. Pengawasan : Diharapkan terbangun sistem pengawaan nasional dengan elemen-elemen pengawasan fungsional, pengawasan internal, pengawasan eksternal, dan pengawasan masyarakat, ditandai oleh sistem pengendalian dan pengawasan yang tertib, sisdalmen/waskat, wasnal, dan wasmas, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi aparat pengawasan, terbentuknya sistem informasi pengawasan yang mendukung pelaksanaan tindak lanjut, serta jumlah dan kualitas auditor profesional yang memadai, intensitas tindak lanjut pengawasan dan penegakan hukum secara adil dan konsisten.
6. Pelayanan Publik : Pelayanan publik sebagai barometer transparansi dan akuntabilitas, diharapkan dapat didorong upaya mewujudkan pelayanan publik yang prima dalam arti pelayanan yang cepat, tepat, adil, dan akuntabel ditandai oleh pelayanan tidak berbelit-belit, informatif, akomodatif, konsisten, cepat, tepat, efisien, transparan dan akuntabel, menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib, kepastian (persyaratan biaya waktu pelayanan dan aturan hukum), dan tidak dijumpai pungutan tidak resmi. Kondisi kelembagaan, SDM aparatur, ketatalaksanaan, dan pengawasan, mampumendukung penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas dan mendorong munculnya praktek-praktek pelayanan yang lebih menghargai para pengguna jasa; perubahan paradigma aparatur yang terarah dalam upaya revitalisasi manajemen pembangunan ke arah penyelenggaraan good governance menjadi entrepreneurial competitive government (pemerintahan yang kompetitif), customer driven dan accountable government (pemerintahan tanggap/responsive), serta global-cosmopolit orientation government (pemerintahan yang berorientasi global). Penerapan prinsip pelayanan prima metode dan prosedur pelayanan, produk dan jasa pelayanan, mantapnya peraturan perundangan, penetapan standar pelayanan, indeks kepuasan masyarakat, standar pelayanan minimal, pengembangan model dan penanganan keluhan masyarakat/pengguna jasa secara terorganisasi, serta partisipasi masyarakat. Proses kerja serta modernisasi administrasi melalui otomatisasi administrasi perkantoran, elektronis di setiap instansi pemerintah serta penerapan dan pengembangan e-government. publikasi secara terbuka prosedur, biaya dan waktu pelayanan, peran serta masyarakat dengan adanya kejelasan tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintahdan masyarakat.
7. Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif : Penumbuh kembangan budaya kerja produktif, efisien dan efektif harus didorong agar terbangun kultur birokrasi pemerintah yang produktif, efisien, dan efektif, terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang tinggi, melalui Pengembangan Budaya Kerja yang mengubah mindset, pola pikir, sikap dan perilaku serta motivasi kerja menemukenali kembali karakter dan jati diri, membangun birokrat berjiwa entrepreneur, dengan pengembangan budaya kerja yang tinggi (terbentuk pola pikir, sikap, tindak dan perilaku serta budaya kerja pegawai yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat kepercayaan masyarakat).
8. Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi : Perlu ditingkatkan koordinasi program dan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan pengendalian program pendayagunaan aparatur negara. Koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, perlu diwujudkan antara lain melalui keterkaitan institusional (koordinatif) yaitu keterkaitan Kementerian PAN dengan Instansi/Lembaga terkait yang bersifat koordinasi dalam rancangan, integrasi dalam program, sinkronisasi dalam kegiatan dan simplifikasi dalam prosedur ditandai kesatuan bahasa dan kerjasama yang dikembangkan melalui Rakor, Fortek, Forkom, Raker, Rakornas, dan rapat berkala. Koordinasi dilakukan sejak penyusunan program kerja dan anggaran. Jelasnya instansi/unit kerja yang secara fungsional berwenang dan bertanggungjawab atas sesuatu masalah dan pelaksanaan tugas; dan program kerja instansi/organisasi yang jelas (memperlihatkan keserasian kegiatan unit-unit kerja) di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Pemerintah Kabupaten Sragen, misalnya, melakukan perombakan struktural dengan penambahan satuan kerja ad hoc. Kelembagaan adhoc ini tidak masuk ke dalam struktur birokrasi pemda tetapi mengemban fungsi yang justru menunjang pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan lainnya agar lebih optimal. Marketing Unit (MU) dibentuk Pemerintah kabupaten Sragen sebagai unit fungsional yang bertugas dalam memasarkan potensi sumberdaya kompetitif, peluang investasi, serta produk-produk unggulan kepada pihak-pihak di dalam dan luar Kabupaten Sragen. Bentuk kelembagaan adhocracy unit fungsional ini tidak hanya menjadikan MU dapat lincah dan leluasa bergerak dengan koordinasi langsung dengan Bupati/ Wakil Bupati tetapi juga memenuhi ketentuan PP No. 8 Tahun 2003 yang lebih menekankan keterpenuhan fungsi daripada pengayaan struktur birokrasi.
Reformasi struktural birokrasi Pemerintah daerah juga memiliki varian lain, yakni reengineering process terhadap pelayanan publik. Reformasi ini menekankan pada rekayasa mekanisme pelayanan publik yang dilekatkan dengan aspek struktural suatu birokrasi publik. Contoh nyata varian reformasi ini adalah pelayanan satu pintu (one stop service), tidak sekadar satu atap, untuk melaksanakan pelayanan perizinan dan nonperizinan. Bentuk pelayanan ini baru bisa direkayasa dengan restrukturisasi organ satuan kerja ke dalam satu Badan berikut pelimpahan kewenangan padanya, dipadukan dengan penggunaan teknologi informasi intranet sebagai pewujudan e-government dalam pengertian yang sebenarnya. Dalam ragam yang sama, Pemkab Sragen membentuk Badan Pelayanan Terpadu (BPT) yang melayani 62 jenis pelayanan dengan batas waktu pelayanan maksimal 12 hari (khusus pelayanan IMB 15 hari). Pengambil keputusan dalam pemberian izin tidak lagi bergantung pada Bupati tetapi telah diserahkan kepada Kepala Badan Perizinan Terpadu (BPT).

B. Sistem Pelayanan Publik
Orientasi pelayanan yang belum berstandar pada kepuasan masyarakat menunjukkan bahwa budaya minta petunjuk atasan masih cendrung di jadikan referensi atau lebih dipentingkan dari pada melakukan pelayanan yang memuaskan masyarakat pengguna jasa. Acuan pelayanan birokrasi di daerah yang terkadang masih menempatkan pimpinan dan aturan sebagai sentral pelayanan membuktikan bahwa kultur atau corak birokrasi patrimonial masih sangat mewarnai birokrasi dalam memberikan pelayanan publik. Idealnya, segenap kemampuan dan sumber daya yang dimiliki oleh aparat birokrasi hanya dicurahkan atau dikonsentrasikan untuk melayani kebutuhan dan kepentingan pengguna jasa, kemampuan dan sumber daya dari aparat birokrasi sangat diperlukan agar orientasi pada pelayanan dapat dicapai.
Reformasi birokrasi memberikan harapan terhadap pelayanan publik yang lebih adil dan merata. Harapan demikian dihubungkan dengan menguatnya kontrol masyarakat dan besarnya kontribusi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemilihan umum untuk memilih anggota legislatif yang diselenggarakan menurut system setengah distrik dan setengah proporsional, dimaksudkan untuk memunculkan anggota legislatif yang tanggap terhadap aspirasi konstituen. Demikian pula pemilihan kepala daerah, pemberian otonomi yang sangat luas pada dasarnya juga dimaksudkan untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyat. Melalui otonomi yang luas, pemerintah daerah memiliki wewenang yang sangat luas dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan rakyat daerah. Proses kebijakan menjadi lebih partisipatif, akuntabilitas, dan responsif.
Pelayanan publik merupakan proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung, konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek kelembagaan. Bukan hanya pada organisasi bisnis, tetapi telah berkembang lebih luas pada tatanan organisasi pemerintah. Hal ini disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin maju dan kompetisi global yang sangat ketat. Dalam kondisi demikian hanya organisasi yang mampu memberikan pelayanan berkualitas akan merebut konsumen potensial, seperti halnya lembaga pemerintah semakin dituntut untuk menciptakan kualitas pelayanan yang dapat mendorong dan meningkatkan kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, pelayanan aparatur harus lebih proaktif dalam mencermati paradigma baru global agar pelayanannya mempunyai daya saing yang sangat tunggi dalam berbagai aktivitas publik. Untuk itu birokrasi seharusnya menjadi center of exellence, pusat keunggulan pemerintah. Pelayanan birokrasi adalah melayani masyarakat atau konsumen yang sesuai dengan kebutuhan dan seleranya, hal ini memberi pemahaman bahwa segala sesuatu yang di brikan dengan pelayanan semua sudah terukur ketepatannya karena yang di berikan adalah kualitas.
Bagaimanakah pelayanan birokrasi yang berkualitas, dapat didefinisikan melalui ciri-cirinya : (i) pelayanan yang bersifat anti birokrasi, (ii) distribusi pelayanan, (iii) desentralisasi dan berorientasi kepada klien. Berkaitan dengan ciri-ciri tersebut,pemerintah perlu menekankan beberapa hal, yaitu (a) pemerintah menciptakan suasana kopetitif dalam pemberian pelayanan; (b) pemerintah berorietasi kepada kebutuhan pasar, bukan birokrasi, (c) pemerintah desentralisasi dan lebih proaktif. Maksud dan pelayan birokrasi tersebut lebih awal juga di kemukan dalam banyak kajian internasional, bahwa kwkuata manajemen adalah mengupayakan fleksibilitas yang lebih besar dan pemerintah mengusahakan tanggung jawab yang lebih sedikit (lijan poltak sinambela, 2006:43).
Beberapa pemikiran di atas, lahir dari negara maju yang sudah pasti masyarakatnya mempunyai kemampuan dalam berbagi hal, sehingga kondisi kesiapannya jauh di atas negara berkembang seperti indonesia. Namum demikian, Dewasa ini, kesaadaran akan peningkatan kulitas pelayanan di pacu oleh manajemen mutu terpadu ( MMT), bukan hanya organisasi bisnis, tetapi telah di adaptasi pada berbagai organisasi publik dan nonprofit, bahkan pada pememrinta terutama di negara maju, tetepi pada tingkat global memaksa negara berkembang untuk berupaya meningkatkan daya bersaingnya (competitive adventage) dalam menyediakan pelayanan khususnya pelayanan aparatur.
Untuk menyediakan pelayanan kualitas, selayaknya model pelayanan TQM (total quality management) perlu di terapkan pada berbagai lembaga pemerintah meskipun konsepnya belum dapat di terapkan secara ke seluruhan, tetapi dapat di kodisikan sesuai sumberdaya yang di miliki lembaga pemerintahan. Bagimanapun TQM merupakan komitmen yang terpadu yanag penuh dedikasi terhadap kualitsa melallui penyempurnaan proses berkelanjutan oleh semua organisasi. Ia berkerja berdasarkan fakta dan data, Maka dari pada itu harus lah yang benar bukan dibuat-buat untuk memenuhi persaratan tertentu. Di samping itu, konsep TQM bukan hanya menyentuh aspek kualitas produk, tetapi juga berbicara pemusan konsumen. Bahkan konsep next-process in the consumer sudah harus di mulai dalam proses TQM. Jadi dalam konsp TQM, selain kualitas harus di tingkatkan , juga cost reduction harus di pikirkan, dan consumer satisfaction dapat dipenuhi. Dengan demikian terjadi pergeseran dari cost ke quality ke consumer satisfaction yang jadi andalan memenangkan persaingan.
Apatur pememrintah sebagai penyelenggara Negara sekarang ini dan akan datang semakin dihadapkan kepada kompleksitas global. Perannanya harus mengantisipasi dan mengakomodasi segala bentuk perubahan. Kondisi ini sangat memungkinkan karena apratur pada posisi sebagi perumus dan penentu kebijakan, serta sebagi pelaksana terdapat dari segala peraturan perundang-undangan.
Uraian teoritis di atas sesungguhnya meningkatkan akan pentingnya membenahi bebagi infrastruktur yang dapat menekan daya saing segala aktivitas publik terutama perekonomian, seperti penyempurnaan administrasi dan birokrasi yang senantiasa jadi masalah dalam menapilkan pelayanan yang berkualitas. Untuk manajemen pada masa mendatang, khususnya penyempurnaan administrasi dan birokrasi, diperlukan regulasi dan birokratisasi terus-menerus dalam berbagi aspek kelembangaan.
Kemampuan kelembagaan memberikan pelayanan dapat dilihat dari model organisasinya, dalam hal ini kodisi organisasi pemerintahan kita masih sentralistis sehingga infisiensi yang ditampilkan birokrat Negara kurang produktif dalam berbagi kegiatan. Untuk itu birokrasi sebagi instrumen kelembagaan harus tetap dipandang sebagi organisasi nasional yang efesien dan efektif.

C. Pola Pelayanan Terpadu
Memahami konsep dasar penataan organisasi/kelembagaan di daerah meliputi dasa-dasar pertimbangan dalam melakukan penataan, prinsip-prinsip dalam penataan kelembagaan, dan permasalahan-permasalahan dalam penataan kelembagaan. Tentu Pemerintah harus memahami keterkaitan antara kebutuhan masyarakat dengan penataan organisasi/kelembagan di daerah, bahwa tujuan dari sebuah penataan kelembagaan bukan hanya untuk memenuhi tuntutan efektif dan efesien, tetapi juga untuk menyesuaikan dengan kebutahan masyarakat.
Pemerintah sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan mengatur dan membuat kebijakan harus Merancang kelembagaan di tingkat kabupaten berdasarkan pada kebutuhan masyarakat berserta sumberdaya yang dimiliki. Sesuia dengan tuntutan dan dinamika perkembangan pelaksanana otonomi daerah dan sejalan dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat maka kelembagaan perangat daerah sebagi salah satu institusi penyelenggaraan pelayanan publik juga harus di sesuaikan. Sementara ini di berbagai daerah penata kelembagaan di bentuk lebih berdasar pada pemenuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan seperti PP 84 tahun 2000 yang kemudian diganti dengan PP No. 08 tahun 2003. Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mampu menyelenggarakan pemerintahan secara baik dan memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat. Hal ini dapat berjalan dengan landasan / aturan perundangan yang adil. Disamping itu mesti didukung dengan adanya kelembagaan dan sumberdaya manusia yang disiapkan secara efisien.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sistem kelembagaan merupakan unsur yang sangat penting. Sistem kelembagaan merupakan sistem keorganisasian yang menunjukkan sistem hubungan dan pembagian tugas yang terjadi dalam suatu organisasi pemerintahan daerah apalagi dengan kompleksnya urusan yang ditangani, dan banyak unit-unit yang ada dalam struktur organisasi pemerintahn daerah. Apalagi dengan kompleksnya urusan yang ditangani, dan banyaknya unit-unit yang ada dalam struktur organisasi pemerintah daerah, sistem kelembagaan akan sangat menentukan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas yang dimiliki serta tercapainya tujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Roda pemerintahan yang baik adalah yang mampu berputar secara cepat dalam arti mampu menyesuaikan perkembangan kebutuhan masyarakat. Untuk itu pemerintah harus memiliki visi dan tupoksi perangkatnya secara jelas sesuai potensi sumber daya yang dimiliki sehingga program kegiatan dapat memberikan keluaran serta dampak yang bermanfaat besar bagi masyarakat.
Untuk melakukan sebuah reformasi dalam Pemerintahan daerah maka Pemerintah harus melakukan penataan organisasi atau kelembagaan di daerah, dimana sistem pemerintahan harus berorientasi pada kebutuhan layanan publik masyarakat. Penataan kelembagaan merupakan bagian dari strategi untuk mencapai tujuan-tujuan dari pemerintah daerah. Yakni perbaikan dan kesejahteraan masyarakat, Namun permasalahnnya sekarang adalah apakah pemerintah benar-benar mampu untuk memberikan apa yang diinginkan masyarakat. Implementasi desentralisasi di banyak daerah otonom kini tidak sepenuhnya bersifat reaksioner. Beranjak dari pengalaman getir bahwa kebijakan otonomi daerah di Indonesia diwarnai arogansi pemerintah daerah dalam membuat perda, tindakan eksploitatif terhadap sumberdaya & stakeholders demi penimbunan PAD, serta ketimpangan antardaerah berdasarkan polarisasi kaya-miskin, kini sedikit-banyak mulai memiliki alternatif bentuk aplikasi yang terencana, inovatif, dan tentunya reformis. Jumlahnya tidak banyak, memang, tetapi taksiran awal sebanyak hanya 5% dari seluruh kabupaten/ kota dan propinsi di Indonesia yang berinovasi serta melaksanakan reformasi birokrasi dalam pemerintah daerahnya bisa menjadi bukti bahwa otonomi daerah memiliki dampak positif dalam skala lokal, regional, dan nasional.
Agar keinginan itu tercapai maka harus ada penataan kelembagaan yang berbasis pada kebutuhan masyarakat dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Proses Penyusunan Kelembagaan / Organisasi
Proses penyusunan struktur organisasi merupakan bagian dari pengembangan organisasi (organization development). Menurut Huse dan Cummings (dalam W. Ridwan 2005:77 ) bahwa pengembangan organisasi adalah sistem yang menyeluruh yang berusaha menerapkan ilmu perilaku dengan memakai perencanaan pengembangan jangka panjang. Cara ini ditunjukan untuk mengembangkan strategi, struktur dan proses sehingga efektivitas organisasi (thoha,1998). Selanjutnya, Charington (1998) mengemukakan bahwa proses untuk menciptakan (menyusun) struktur organisasi, dan pengambilan keputusan tentang alternatif struktur disebut dengan ”desain organisasi”. Desain organisasi dikaitkan dengan pengambilan keputusan menajerial yang menentukan struktur dan proses yang menggkoordinasikan dan mengendalikan pekeerjaan organisasi. Hasil keputusan desain organisasi adalah suatu sistem pekerjaan dan mengelompokan kerja, termasuk proses yang melingkarinya. Proses yang berhubugan dengan ini termasuk hubungan wewenang dan jaringan kumunikasi dalam kaitanya pada perencanaanya spesifik dan tehnik pengendalian. Dan sebagai akibat organisasi akan berpengaruh pada pembentukan super struktur di dalam organisasi tersebut (Gibson,1996:188).

2. Analisa Masalah di Daerah
Upaya-upaya untuk memahami permasalahan yang ada dikabupaten sragen sebenarnya sudah sangat lama dilakukan dimana dengan menjaring aspirasi masyarakat yang saat ini hampir semua kabupaten meungikuti menerapkannya. Hasil dari jaring aspirasi ini tidak hanya dipergunakan untuk membuat rensta kabupaten. Namun, juga sebuah acuan dalam menetapkan perangkat-prangkat kelembagaan di daerah. Sebagai contoh, hampir semua kabupaten mempunyai permasalahan rendahnya sumberdaya manusia, oleh karena itu diperlukan sebuah dinas yang melakukan pelayanan terhadap sektor pendidikan, atau contoh yang lain adalah bahwa hampir semua kabupaten memiliki permasalahan tentang kemiskinan, apakah kehadiran sebuah dinas yang secara khusus menangani masalah kemiskinan (dinas mengatasi kemiskinan) juga menjadi sebuah alternatif yang mungkin dalam pembentukan perangkat organisasi (kelembagaan)?
Permasalahan yang dimiliki kabupaten ada yang bersifat umum, artinya permasalahan tersebut hampir semua kabupaten memilikinya. Pendidikan, kemiskinan, pengangguran, kesehatan masyarakat, dan sebagainya, untuk menyelesaikan permasalahan - permasalahan tersebut maka diperlukan strategi dan perangkat organisasi untuk menjalankan strategi tersebut yakni dinas-dinas. Namun, setiap kabupaten juga memiliki permasalahan-permasalahan yang khas yang tidak di miliki kabupaten lain. Bencana alam seperti tanah longsor atau banjir tidak semua kabupaten memiliki permasalahan seperti itu, atau yang baru-baru terjadi di aceh, gempa dan Tsunami misalnya, sebuah persoalan yang tidak semua kabupaten memilkinya, sehingga diperlukan dinas khusus yang sesuai dengan peersoalan-persoalan khas daerah setempat.
Bagaimana agar masalah tersebut bisa dengan tepat mencerminkan kebutuhan dari komunitas (masyarakat), tidak ada cara lain kecuali melibatkan masyarakat dalam proses analisa terhadap permasalahan tersebut (Alexsander Abe, 2005). Hal itu dilakukan agar data yang dihimpun benar-benar merupakan apa yang dirasakan dan apa yang menjadi keperihatinan dari masyarakat. Tidak semua apa yang di sampaikan masyarakat harus diterima, justru pada saat membicarakan dengan masyarakat itu adalah momentum untuk bersama-sama untuk memilah mana yang merupakan kebutuhan dan mana yang merupakan keinginan. Suatu keinginan tentu memiliki kadar subyektifitas yang tertinggi dan cendrung dan tanpa batas yang jelas. Oleh sebab itu yang menjadi prioritas hendaklah untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan dasar dari masyarakat.

3. Teknik Pengorganisasian dengan Pendekatan Tujuan
Teknik ini lebih melihat organisasi sebagai suatu kebutuhan yang dapat menunjukan keefektifannya baik produk (product) ataupun pelayananya (service). Secara urut teknik pengorganisasian dengan pendekatan tujuan sebagai berikut :
Pertama : Analisis ketidak efektifan organisasi, pada langkah ini fokusnya pada pentingnya tujuan sebagai kriteria penilaian keefektifan organisasi. Tujuan organisasi dianalisis untuk menemukan ketidak efektifanya dari peristiwa yang muncul sebagai langkah pertama.
Kedua : Rumusan tujuan, setelah di temukan ketidak efektifan organisasi sebagai masalah organisasi, maka dirumuskan tujuan untuk menanggulangi atau menghilangkan masalah tersebut.
Ketiga : Rumusan gambaran keadaan sekarang, akan menerjemahkan kenyataan yang sebenarnya adanya ketidakefektifan organisasi, gambaran ke adaan sekarang harus mengambarkan ke adaan secara jelas kenyataanya yang sebenarnya dari ketidakefektifan organisasi yang meliputi kenyataan-kenyataan, fakta, maupun data-data yang sebebarnya
Keempat : Identifikasi kemudahan dan hambatan, merupakan kegiatan kunci agar kemudahan-kemudahan agar hambatan-hambatan yang di temukan dapat dicari strategi untuk mengembangkan serangakaian kegiatan nyata dalam menanggapi atau menangulangi ketidakefektifan organisasi.
Kelima : Mengembangkan serangkaian kegiatan, merupakan kegiatan-kegiatan yang di kembangkan hendaknya merupakan pengobatan atau penyembuahan.
Sehubungan dengan kebijakan pelayanan publik, pemerintah daerah perlu memiliki kepekaaan dan kemampuan dalam memahami secara benar tugas pokok dan fungsi dari pemerintah daerah. Apa yang dimaksud dengan pemahaman mengenai tugas pokok dan fungsi, tentu bukan pemahaman yang bersifat artifisial melainkan yang subtansial dimana masyarakat merasa nyaman ketika berhadapan denagan pemerintah lalu kemampuan pemerintah daerah dalam menyusun prioritas pengembangan infrastruktur dan prioritas pembangnan dan memberikan layanan serta kermampuan menyusun standar kelayanan sehingga komunikasi politik dengan masyarakat memperoleh masukan yang produktif berkaitan dengan arah pembangunan.
Kebijakan pelayanan publik perlu di evaluasi secara rutin untuk disesuaikan dengan perkembangan lingkungan kebiajakn berdasarkan feed back dan stakeholders. Analisa kebijakan dapat di pergunakan sebagai suatu strategi untuk melihat kesesuaian model dan substansi kelayanan publik dengan tuntutan kebutuhan stakeholderes. Sehubungan dengan implementasi kebijakan pelayanan publik, perlu di lihat pula perbandingan doktrin new public management yang termasuk dalam paradigma post-bureau-cratic, dan pergeseranya menjadi new public service (keban, 2004:34)
Pembentukan Badan Pelayanan Terpadu (one stop service) diharapkan akan menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah terutama pemerintah di Kabupaten Sragen, bahkan rasa bangga terhadap pemerintahanya sendiri dan secara tidak langsung akan berdampak positif terhadap pemerintah Kabupaten Sragen dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah diseluruh dunia berusaha memanfaatkan teknologi informasi (TI) secara umum, khususnya Internet, untuk meningkatkan administrasi pemerintahan dan kualitas komunikasi dengan warga negara. TI menawarkan peluang kepada pemerintah untuk memberikan layanan dan berinteraksi yang lebih baik kepada semua konstituen warga negara, kalangan bisnis, dan mitra pemerintah lainnya (Chen, 2002; West, 2006). Adopsi e-government meningkat dari tahun ke tahun di sebagian besar negara di dunia. Akan tetapi pada saat yang bersamaan, kecepatan adopsi berbeda-beda antara satu negara dengan lainnya. Secara umum, negara berkembang, termasuk Indonesia, tertinggal dalam adopsi e-government dibandingkan dengan negara-negara maju. Berdasar survei e-government global, Indonesia berada pada posisi 183 dari 208 negara (West, 2006).
Global e-Government Readiness Report yang dikeluarkan oleh PBB menempatkan Indonesia pada nomor 97 dari 191 negara. Indeks kesiapan (readiness) ini diukur dengan mempertimbangkan ukuran terkait dengan Internet, infrastruktur telekomunikasi, dan indeks modal manusia (human capital) (United Nations, 2005). Disparitas serupa antarnegara juga tersebut terjadi antarkabupaten/kota di Indonesia dengan berbagai alasan, seperti faktor manajemen, infrastruktur, dan sumberdaya manusia yang berbeda-beda antara kabupaten/kota. Keberhasilan implementasi e-government di Sragen memunculkan pertanyaan tentang faktor pendukungnya. Keberhasilan tersebut tidak bisa lepas dari kepemimpinan politik yang kuat dan visi yang jelas, pelibatan semua pihak, penyiapan sumberdaya manusia yang seksama, strategi implementasi bertahap, pembangunan kemitraan dengan pihak eksternal, dan evaluasi yang dilakukan dengan baik. Pelajaran ini dapat sangat bermanfaat untuk diterapkan di kabupaten/kota lain atau bahkan di banyak negara berkembang dengan kondisi serupa.

BAB III
GAMBARAN UMUM TEMPAT PRAKTIKUM

A. Kondisi Geografis
Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Sragen berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Batas batas
wilayah Kabupaten Sragen: Sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Ngawi (Provinsi Jawa Timur), sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Karanganyar, dan sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Grobogan. Kabupaten Sragen terletak pada 7 º 15 LS dan 7 º 30 LS serta 110 º 45 BT dan 111 º 10 BT . Luas wilayah Kabupaten Sragen adalah 941,55 km2 yang terbagi dalam 20 kecamatan, 8 kalurahan,dan 200 desa.Secara fisiologis, wilayah Kabupaten Sragen terbagi atas:
(1). Lahan basah (sawah) seluas 40.037,93 Ha(42,52%)
(2). Lahan kering seluas 54.117,88 Ha(57,48%)
Wilayah Kabupaten Sragen berada di dataran dengan ketinggian rata rata 109 M diatas permukaa laut.Sragen menpunyai iklim tropis dengan suhu harian yang berkisar antara 19 31 º C.Curah hujan rata-rata di bawah 3000mm per tahun dengan hari hujan di bawah 150 hari per tahun.
Jumlah penduduk Sragen berdasarkan data tahun 2005 sebanyak 865.417 jiwa, terdiri dari 427.253 penduduk laki laki dan 438.164 penduduk perempuan. Kepadatan penduduk rata rata 919 jiwa/km2.
(1). Luas Wilayah : 94.155 Ha
(2). Luas sawah : 40.129 Ha
(3). Tanah kering : 54.026 Ha

Kabupaten Sragen secara giografis dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Sebelah selatan Bengawan Solo :
• Luas Wilayah : 32.760 ha (34,79 %)
• Tanah Sawah : 22.027 ha (54,85 %)
(9 Kec. 88 Desa & Kelurahan)
b. Sebelah utara Bengawan Solo :
• Luas Wilayah : 61.395 ha (65,21 %)
• Tanah Sawah : 18.102 ha (45,15 %)
(11 Kec. 120 Desa)

B. Kondisi Demografis
Kabupaten Sragen merupakan Kabupaten yang memiliki kepadatan penduduk 865.375 jiwa yang terdiri dari 432.079 jiwa laki-laki dan 433.296 jiwa perempuan dan Kabupaten Sragen terdiri dari 240.347 jumlah KK
Table 1.1
Pertumbuhan jumlah penduduk kabupaten Sragen (2002-2009)
JENIS DATA 2002 (jiwa) 2003 (jiwa) 2004 (jiwa) 2005 (jiwa) 2006 (jiwa) 2007
(Jiwa) 2008 (Jiwa) 2009 (Jiwa)
1. Jumlah Penduduk
a. Laki-laki 421.167 422.217 422.948 424.577 426.096 429.839 431.191 432,983
b.Perempuan 430.416 431.494 432.296 433.689 435.893 439.563 440.760 442,480
2. Usia
a. 0 – 4 Tahun 69.197 69.372 69.501 84.859 70.027 70.551 70.848 71.170
b. 5 – 14 Tahun 250.910 251.531 252.023 251.721 210.052 162.568 163.221 163.963
c. 15 - 64 Tahun 438.587 439.685 440.466 434.528 487.833 573.333 575.168 577.783
d. 64 Tahun ke atas 92.889 93.123 93.254 87.158 94.077 62.030 62.264 62.547
Sumber : BPS Sragen Januari 2010
Kabupaten Sragen merupakan Daerah yang jumlah penduduknya berjumlah 865.417 jiwa namun kepadan pendudduk pada kabupaten sragen, yang paling padat adalah Kecamatan Sragen dengan rata-rata 24 jiwa per KM2 dan yang paling rendah adalah Kecamatan Jenar rata-rata 4 Jiwa per KM2. Berikut jumlah kepadatan penduduk dilihat dari luas wilayah.

Tabel 1.2
Data Kepadatan Penduduk

No Kecamatan Luas Wilayah
( Km ² ) Jumlah Penduduk
( Jiwa ) Kepadatan Penduduk
( /Km ² )
1 Kalijambe 46,96 46,400
988.07
2 Plupuh 48,36 46,286
957.11
3 Masaran 44,04 65,661
1490.94
4 Kedawung 49,78 59,697
1199.22
5 Sambirejo 48,43 37,074
766.31
6 Gondang 41,17 43,617
1059.44
7 Sambungmacan 38,48 44,026
1144.13
8 Ngrampal 34,40 36,427
1058.92
9 Karangmalang 42,98 58,089
1352.48
10 Sragen 27,27 65,673
2408.25
11 Sidoharjo 45,89 51,169
1115.04
12 Tanon 51,00 54,797
1074.45
13 Gemolong 40,23 46,956
1167.19
14 Miri 53,81 32,532
604.57
15 Sumberlawang 75,16 45,543
605.95
16 Mondokan 49,36 34,267
694.23
17 Sukodono 45,55 31,451
690.47
18 Gesi 39,58 21,840
551.79
19 Tangen 55,13 27,101
491.58
20 Jenar 63,97 26,857
419.84
TOTAL 941,55 875,463
929.86
Sumber : BPS Sragen Januari 2010
Kabupaten Sragen merupakan daerah yang penduduknya hampir mayoritas beragama islam namun ada juga penduduk yang non muslim adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut.
Table 1.3
Jumlah Pemeluk Agama
NO PEMELUK AGAMA TAHUN
2003 2004 2005 2007 2008
1. ISLAM 859.650 865.353 870.264 911.393 913.393
2. KRISTEN 8.900 8.795 8.582 10.169 10 196
3. KATOLIK 7.566 7.216 6.383 6.086 6.011
4. HINDU 1.198 1.214 1.293 1.725 1.730
5. BUDHA 999 582 279 329 329
Sumber : Bag. Kesra Setda Kabupaten Sragen
C. Kondisi Sosial
Salah satu mata pencaharian masyarakat Kabupaten Sragen pada umumnya adalah bertani karena memang Kabupaten Sragen merupakan daerah yang sangat subur untuk melakukan kegiatan bercocok tanam. Apalagi kabupaten secara giografis merupakan dataran dengan ketinggian rata rata 109 M di atas permukaa laut. Sragen menpunyai iklim tropis dengan suhu harian yang berkisar antara 19 31 º C.Curah hujan rata-rata di bawah 3000mm per tahun dengan hari hujan di bawah 150 hari per tahun.
Mata pencarian penduduk kaabupaten sragen pada usia 10 tahuh ke atas lebih banyak bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Dan jenis usaha yang kurang diminati di Kabupaten Sragen yaitu jenis pekerjaan listrik, gas dan air. Walaupun masyarakat Kabupaten Sragen mayoritas pertanian tetapi masyarakatnya mempunyai kesadaran yang tinggi untuk menjaga kebersihan dan masyarakatnya juga antusias dalam mempelajari system informasi manajemen, sehingga memudahkan pemerintah Kabupaten Sragen dalam menyelaenggarakan program BPT (badan perizinan terpadu) dengan sisten OSS (one stop service)

Tabel 1.4
Mata Pencaharian Penduduk Usia 10 Tahun ke atas
No Pekerjaan Menurut
Lapangan Usaha Mata Pencaharian Warga
2006 2007 2008 2009
1 Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan 243.867 144.898 204.000 197.588
2 Pertambangan dan penggalian 564 566 565 565
3 Industri pengolahan 26.565 26.677 26.621 26.623
4 Listrik , gas dan air 327 329 338. 345
5 Bangunan 22.615 22.177 22.396 22.397
6 Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel 64.395 64.667 64.531 64.533
7 Angkutan, penggudangan dan komunikasi 5.966 5.991 5.979 5.923
8 Keuangan, asuransi, usaha sewa bangunan, tanah dan jasa perusahaan 2.198 2.207 2.203 2.233
9 Jasa kemasyarakatan 112.533 113.008 112.771 112.776

Sumber : BPS Sragen Januari 2010


Tabel 1.5
Ketenagakerjaan Kabupaten sragen (periode 2002-2009)
Ketenaga kerjaan Satuan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
a. Penduduk 15 tahun keatas Orang 623.001 624.543 625.623 - - 643.738 645.096 646.454
b. Angkatan Kerja Orang 373.371 415.787 450.962 463.301 - 457.210 458.175 459.139
c. Setengah Penganggur Orang 244.599 276.421 290.408 - - 279.358 279.947 280.537
d. Penganggur Terbuka Orang 39.730 32.052 7.883 8.665 3.263 6.684 6.544 6.447
e. TKI Diluar Negeri Orang 850 1.323 1.727 1.752 602 6.566 6.896 6.403
f. PHK Kasus 35 33 10 14 1 5 6 9
g. Jumlah TK PHK Orang 174 1.111 12 34 1 5 6 4
h. Rata-rata Kebutuhan Hidup Minimum Rupiah 386.470 411.353 426.158,75 489.141 604.017 643.025 721.103 657.500
i. Rata-rata Upah Minimum Rupiah 316.850 357.500 382.500 406.000 485.000 687.000 687.000 724.000
j. Pencari Kerja Terdaftar di Disnakertrans Orang 9.105 8.961 8.871 8.665 7.132 6.746 6.544 13.791
Sumber : Disnakertrans 2010

D. Profil badan pelayanan terpadu (BPT) Pemerintah Kabupaten Sragen
Sesuai dengan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah antara lain ditegaskan bahwa tujuan pemberian otonomi adalah berupaya memberikan peningkatan pelayanan dan kesejahtraan yang semakin baik kepada masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadaan dan pemerataan. Jadi kualitas layanan aparatur pemerintahan kepada masyarakat merupakan indikator keberhasilan otonomi daerah. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pemerintah Kabupaten Sragen membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dengan keputusan Bupati Sragen Nomor 17 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentan gpementukan organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen, sedangkan operasional secara resmi dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2002 oleh Bupati Sragen. Kebijakan ini didukung sepenuhnya oleh legislatif dengan surat Ketua DPRD Kabupaten Sragen Nomor 170/288/15/2002 tanggal 27 September 2002 perihal persetujuan Operasional UPT Kabupaten Sragen.
Selanjutnya pada tahun 2003 telah dikuatkan dengan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2003 dalam bentuk Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen.Guna peningkatan kualitas pelayanan dan untuk memudahkan koordinasi dengan stake holder, maka pada tanggal 20 Juli 2006 status KPT ditingkatkan menjadi Badan Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen dengan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2006. Dalam upaya untuk mewujudkan reformasi birokrasi kabupaten sragen mempunyai landasan yang dituangkan dalam visi dan misi.
Visi Kabupaten Sragen yaitu “SRAGEN MENJADI KABUPATEN CERDAS” .
Kerangka Pemikiran
Visi Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sragen Tahun 2006 - 2011 ini merupakan penjabaran dari Visi Pembangunan Daerah Jangka Panjang Tahun 2006 - 2025. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sragen Tahun 2006 – 2011 menurut Bupati/Wakil Bupati terpilih ketika pencalonan Cabup/Cawabup adalah sebagai berikut :
“Terwujudnya Sragen ASRI yang dilandasi oleh kemandirian, kemajuan dan penegakan supremasi hukum didukung oleh SDM berkualitas yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi, hasil pertanian, industri, pariwisata, perdagangan/jasa, kesehatan berwawasan lingkungan dalam ranka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan lahir batin berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”
Misi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen adalah "MEWUJUDKAN RAKYAT YANG UNGGUL, PRODUKTIF, DAN SEJAHTERA"

Rumusan misi hendaknya mampu :
(1). Melingkupi semua pesan yang terdapat dalam visi.
(2). Memberi petunjuk terhadap tujuan yang akan dicapai.
(3). Memberikan petujuk kelompok sasaran mana yang akan dilayani oleh pemerintah daerah dan pihak-pihak yang berkepentingan

E. Struktur Organisasi
Suatu pendekatan situasional atau kontigensi untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Selanjutnya menurut Nimran tahapan-tahapan (strategi) yang digunakan dalam proses penyusunan (desain) struktur organisasi adalah (1). Pengenalan masalah (2). Diagnosis organisasional, (3). Pengembangan strategi perubahan, (4). Intervensi, (5). Pengukuran dan evaluasi. Adapun hubungan dari semua komponen tersebut dapat dikatakan bahwa dalam proses penyusunan struktur organisasi pemerintah harus dilaksanakan berdasarkan proses pengenalan, diagnosis organisasional, pengembangan strategi perubahan, intervensi, dan yang terakhir adalah pengukuran dan evaluasi. Dari tahapan diatas bapan pelayanan terpadu menyusun struktur Organisasi sebagai berikut.
GAMBAR 3.1
STRUKTUR ORGANISASI BPPT KAB. SRAGEN
















Sumber : BPT Kabupaten Sragen
BAB IV
PEMBAHASAN


A. Reformasi dalam Sistem Pelayanan Publik di Kabupaten Sragen
Kemudahan birokrasi tentu akan menjadi dambaan masyarakat dan segala kemudahan tersebut telah dirasakan oleh masyarakat yang ada di kabupaten Sragen, Kabupaten yang mempunyai slogan asri, aman, sehat, rapi dan indah. Telah berhasil menerapkan pelayanan satu pintu melalui badan perizinan terpadu (BPT) yang mencoba memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam berbagai hal perizinan maupun non perizinan. Dengan pelayanan prima dan dilakukan di satu tempat, kabupaten yang dipimpin oleh Bapak H. Untung kini telah banyak dikenal oleh kabupaten yang ada di Indonesia, karena di anggap berhasil dalam menerapkan pelayanan prima dan pelayanan satu pintu dengan cepat transparan, dan pasti. Bahkan beberapa kabupaten yang ada di Indonesia mencoba untuk mencontoh keberhasilan yang telah di capai oleh kabupaten Sragen. Gagasan yang dituangkan dalam Visi dan Misi Nasional indonesia menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah yang prima tidak dapat diabaikan lagi.
a. Indikator keberhasilan reformasi birokrasi.
Secara umum, terdapat dua indikator yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu reformasi birokrasi yaitu :
1. Indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara makro :
I. Menurunnya angka kemiskinan dan pengangguran
II. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya
III. Menurunnya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.
IV. Meningkatnya tingkat kepercyaan masyarakat terhadap pemerintah.
2. Indikator keberhasilan reformasi birokrasi internal :
I. Berakhirnya perilaku koruptif oleh para pegawai / aparat birokrasi
II. Berakhirnya bentuk-bentuk pengangguran terselubung, yakni kebiasaan kerja para pegawai yang tidak disiplin terutama pada jam masuk dan jam pulang kerja.
III. Sesuainya tingkat kesejahteraan dengan hasil kerja yang dilaksanakan, yakni melalui sistem equal work for equal pay.
IV. Berakhirnya pandangan suka dan tidak suka (like and dislike) terutama antara atasan dan bawahan dala tingkatan dan hirarki birokrasi.
V. Berakhirnya ketidakadilan (unjustice) dalam proses birokrasi, sehingga reward dan punishment dapat dijalankan dengan baik.
Seluruh pemantauan dan evaluasi atas indikator tersebut dapat dilakukan oleh pihak -pihak yang memang memiliki kompetensi untuk melakukan hal tersebut, diantaranya :
1. Aparat pengawasan internal dan oleh tim independen.
2. Pembentukan unit monitoring dan pengawasan di setiap lembaga atau departemen.
3. Pelaporan oleh setiap tim reformasi birokrasi di setiap departemen atau lembaga sehingga proses evaluasi dapat berjalan secara maksimal.
b. Reformasi yang dilakukan Kabupaten Sragen
Sesuai dengan tuntutan reformasi, pelaksanaan pelayanan publik yang lebih baik seolah menjadi tuntutan dalam pemerintahan saat ini. Masyarakat yang selama ini begitu tergantung pada pelayanan dari eksekutif selaku organ pemerintahan menjadi objek yang senantiasa harus selalu diperhatikan karena mulai dari kelahiran sampai kematiaanya, masyarakat selalu berkaitan dengan pelayanan publik terutama yang menyangkut administrasi. Selama ini, reformasi birokrasi hanya dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan politik, sehingga banyak menyimpang dari makna yang sebenarnya. Reformasi birokrasi yang selalu hangat dalam janji-janji politik tidak dapat dijalankan secara optimal dan akhirnya berdampak pula pada pelayanan publik itu sendiri.
Reformasi sesungguhnya merupakan sebuah proses yang harus senantiasa dilakukan secara bertahap dan sistematis sehingga setiap pelaksanaanya harus memiliki pemetaan dan skala prioritas yang jelas dan tetap terintegrasi satu sama lain. Selain itu, reformasi hendaknya selalu identik dengan kata perubahan, sehingga arah perubahan yang dimaksud dapat terlihat jelas dan akuntabel. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi adalah bagaimana agar perubahan yang dimaksud dapat bersifat mendasar dan tidak hanya menyentuh gejala permasalahan yang dialami dalam proses pelayanan publik sehingga tatanan birokrasi benar-benar dalam sebuah budaya melayani terutama pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat.
Berbekal dari pandangan tersebut, masih banyak kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Kabupaten Sragen. Pelaksanaan reformasi yang menjadi prioritas dalam peningkatan kualitas pelayanan publik agar senantiasa dapat dioptimalkan sehingga indikator yang ada dapat dilihat secara jelas.
Reformasi birokrasi pada hakikatnya adalah suatu proses transformasi mindset dan culture set yang terarah pada tatanan birokrasi yang efektif dan efisien sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal kepada masyarakat. Dan hal tersebut sesungguhnya membutuhkan proses yang panjang mengingat reformasi birokrasi hendaknya dapat dilakukan secara bertahap dan sistematis.
Dalam pelaksanaannya,masih begitu banyak kendala yang dihadapi proses reformasi birokrasi saat ini. Semua itu dikarenakan masih takutnya pemerintah dalam mengambil dan menanggung resiko yang nantinya merupakan dampak atau konsekuensi atas reformasi birokrasi itu sendiri. Reformasi birokrasi sesungguhnya memang sesuatu yang cukup sensitif dan beresiko karena menyangkut masalah kebiasaan, aparatur dan sistem kerja dalam pelayanan. Perubahan di daerah memang biasanya dimulai dengan pembenahan kelembagaan birokrasi pemerintah daerah sebelum akhirnya merambah pada pembenahan di sektor lain, misalnya peningkatan kualitas pendidikan dan perluasan akses masyarakat ke dalamnya, peningkatan mutu kesehatan, penggalian potensi daerah untuk melakukan pembangunan berbasis keunggulan lokal, penggalakan usaha-usaha di bidang jasa. Berikut ini jenis-jenis pelayanan perizinan yang telah di reformasi terdapat pada BPT kabupaten sragen, yaitu ada 2 jenis pelayanan, yakni pelayanan perizinan dan pelayanan non Perizinan
1. Pelayanan perizinan
Jenis pelayanan perizinan di BPT Kabupaten Sragen

No JENIS PELAYANAN PERIJINAN WAKTU PENYELESAIAN
1 Izin Prinsip 12 Hari Kerja
2 Izin Lokasi 12 Hari kerja
3 IMB 12 Hari kerja
4 HO / SITU 7 Hari kerja
5 SIUP 5 Hari kerja
6 IUI 7 Hari kerja
7 TDP 5 Hari kerja
8 TDI 5 Hari kerja
9 Izin Usaha Rekreasi & Hiburan umum 5 Hari kerja
10 Izin Usaha Rumah Makan 5 Hari kerja
11 Izin Usaha Salon Kecantikan 5 Hari kerja
12 Izin Usaha Hotel Bunga Melati 12 Hari kerja
13 Biro / Agen Perjalanan Wisata 10 Hari kerja
14 Izin Pondok Wisata 12 hari kerja
15 Izin Penutupan Jalan 2 Hari kerja
16 Pajak Reklame 1 Hari kerja
17 Izin usaha Huller 7 Hari kerja
18 Izin Praktek Bersama dokter Umum / Gigi 5 Hari kerja
19 Izin Pendirian Rumah Bersalin 12 Hari kerja
20 Izin Pendirian Balai Pengobatan 12 Hari kerja
21 Izin Praktek Dokter Spesialis 5 Hari kerja
22 Izin Praktek Dokter Umum / Gigi 5 hari kerja
23 Izin Praktek Bidan 5 Hari kerja
24 Izin Praktek Perawat 5 Hari kerja
25 Izin Pendirian Apotik 7 Hari kerja
26 Izin Mendirikan Optik 7 Hari kerja
27 Izin Praktek Tukang Gigi 5 Hari kerja
28 Izin Praktek Toko Obat 5 Hari kerja
29 Izin Pengobatan Tradisional 5 Hari kerja
30 Izin Produksi Makanan dan Minuman 5 hari kerja
31 Rekomendasi Pendirian RS Swasta 5 Hari kerja
32 Rekomendasi Pendirian Pusat Kebugaran 5 Hari kerja
33 Rekomendasi Pendirian Salon Kecantikan 5 Hari kerja
34 Rekomendasi Pendirian Lembaga Pendidikan 5 Hari Kerja
35 Rekomendasi Praktek Bersama Dokter Spesialis 5 Hari Kerja
36 Tanda Daftar Gudang ( TDG ) 5 Hari Kerja
37 Perijinan Penggunaan Ketel uap, Minyak untuk setiap Ketel 7 Hari Kerja
38 Perijinan Penggunaan Bejana uap / pemanas air yang berdiri sendiri 7 Hari kerja
39 Perijinan Penggunaan Bejana Tekan 7 hari kerja
40 Perijinan Botol Baja 7 hari kerja
41 Perijinan Penggunaan Pesawat angkat dan angkut 7 hari kerja
42 Perijinan Penggunaan Pesawat Tenaga dan Produksi 7 hari kerja
43 Perijinan Penggunaan Instalasi kebakaran 7 hari kerja
44 Perijinan Penggunaan Instalasi Listrik 7 hari kerja
45 Perijinan Penggunaan Instalasi penyalur petir 7 hari kerja
46 Ijin Trayek Tetap 12 Hari Kerja
47 Izin Usaha Angkutan 12 Hari Kerja
48 Izin Kursus 5 Hari Kerja
49 Izin Usaha Peternakan 12 Hari Kerja
50 Izin Pemotongan Hewan 12 Hari Kerja
51 Izin Pendirian Keramba Apung 12 hari Kerja
52 Izin Usaha Jasa Konstruksi 12 Hari Kerja
53 Izin Praktek Asisten Apoteker 5 Hari Kerja
54 Izin Praktek Perawat Gigi 5 Hari Kerja
55 Izin Prakek Fisioterapis 5 Hari Kerja
56 Izin Praktek Refraksionis Optision 5 Hari Kerja
57 Izin Pendirian Depot Air Minum Isi Ulang 5 Hari Kerja
58 Izin Pendirian Rumah Sakit Swasta 7 Hari Kerja
59 Izin PendirianLaboratorium 7 Hari Kerja

2. Pelayanan Non Perizinan
Jenis Pelayanan Non Perizinan yang ada di badan Pelayanan terpadu Kabupaten Sragen
NO JENIS PELAYANAN WAKTU
1 KK Sragen Kota 1 hari
2 KTP Sragen Kota 1 hari
3 Akte Kelahiran 5 hari
4 Akte Kematian 2 hari
5 Akte Pengangkatan Anak 2 hari
6 Akte Pengakuan & Pengasuhan Anak 2 hari
7 Akte Perubahan / Ganti Nama 2 hari
8 Akte Perkawinan 2 hari
9 Akte Perceraian 2 hari
10 Informasi dan Pengaduan

Kualitas pelayanan yang diberikan aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan indikator keberhasilan Otonomi Daerah, guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pada tanggal 24 mei 2004 dibentuklah unit pelayanan terpadu dengan keputusan Bupati Sragen No. 17 tahun 2002 tentang pembentukan organisasasi dan tata unit pelayanan terpadu kabupaten Sragen, yang operasionalnya resmi dilakukan tanggal 1 Oktober Tahun 2002 oleh Bupati Sragen. Unit pelayanan terpadu telah dikuatkan dengan Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2002 dalam bentuk kantor pelayanan terpadu, guna peningkatan pelayanan dan memudahkan koordinasi dengan sthakeholders maka pada tanggal 20 juli 2006 status Kantor pelayanan terpadu ditingkatkan menjadi badan perizinan terpadu Kabupaten Sragen dengan Peraturan Daerah No. 6 tahun 2006.
Kualitas sebagai standar yang harus dicapai oleh seseorang/ kelompok/lembaga organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan masyarakat Selain sebagai standar yang harus dicapai oleh seseorang, kelompok, atau lembaga organisasi, kualitas juga tidak dapat dipisahkan dari produk dan jasa atau pelayanan. Hubungan kualitas dengan pelayanan masih sangat berkaitan karena untuk menghasilkan output yang baik. Kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam memberikan layanan Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. Untuk mencapai pelayanan yang baik maka dibutuhkan mekanisme yang terstruktur dimana peranan administrasi kepegawaian dapat dilihat dari fungsinya untuk menyediakan tenaga-tenaga yang dibutuhkan pada setiap tingkatatan jabatan dalam organisasi maka dalam melaksanakan fungsinya dibutuhkan serangkaian kegiatan yang harus dilakukan seperti analisa jumlah dan jenis tenaga yang dibutuhkan mulai dari rencana pendidikan dan pelatihan kapada pegawai yang ada, pentingnya makna administrasi dalam pembinaan pegawai dapat ditemui pada instansi yang pimpinannya kurang peduli terhadap penyelengara adminstrasi kepegawaian dilingkungan kelurahan itu sendiri terkadang hal yang menyebabkan kurangnya kinerja pegawai karena mereka kecewa dengan pimpinannya yang kurang memperhatikan kapasitas mereka dan kurangnya perhatian dalam melihat nasib mereka maka dengan adanya hal seperti ini maka akan berdampak pada menurunnya disiplin dan prestasi kerjanya yang gilirannya akan berdampak pada output organisasi atau pemerintahan itu sendiri.
Berkenaan dengan kualitas merupakan suatu pemenuhan atau harapan yang selalu diinginkan oleh masyarakat seperti yang tertulis didalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No II/MPR/1988 Aparatur Pemerintahan Kelurahan dituntut untuk makin mampu melayani, mengayomi dan menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta tanggapan terhadap pandangan-pandagan yang hidup dan berkembang dimasyarakat. Hal ini bahwa aparatur pemeritahan kelurahan harus mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam kedudukannya sebagai penyelenggara pemerintahan, pelaksana pembangunan dan pembinaan kehidupan masyarakat di wilayahnya. Namun, untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan berkualitas memang harus ada acuan untuk membawa arah pemerintahan itu sendiri seperti undang-undang No 5 tahun 1979 dimana di dalam pemerintahan diperlukan upaya untuk mendaya gunakan aparatur pendukung yaitu pemantapan peranan dan fungsi aparatur pemerintahan kelurahan sebagaimana di ketahui bahwa suatu kegiatan yang dilaksanakan akan dapat berhasil dengan baik untuk mencapai suatu tujuan apabila didukung oleh suatu organisasi yang kuat dan menunjang kegiatan tersebut.
Dalam hal pemberian pelayanan kepada masyarakat secara umum hal itu merupakan implementasi dari tugas dan fungsi pemerintah itu sendiri. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kata “umum” dalam pelayanan umum merupakan pelayanan yang di berikan kepada masyarakat luas dan kegunaannya diantaranya sebagai pendataan masyarakat dan membantu mastarakat dalam hal administratif pelayanan kartu keluarga tidak lain adalah pemberian pelayanan publik kepada masyarakat atau dengan kata lain pelayanan umum. Dari dua kata tersebut memiliki pengertian yang sama dalam konteks pemerintahan, kata publik/umum merupakan sinonim dari sebutan masyarakat atau rakyat. Kegiatan pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah kepada masyarakat meliputi banyak hal yang menyangkut semua kebutuhan masyarakat. Dalam pelayanan pemerintah yaitu berbagai kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan jasa-jasa. Jenis pelayanan publik dalam arti jasa-jasa, yaitu seperti pelayanan kesehatan, pelayanan keluarga, pelayanan pendidikan, pelayanan haji, pelayanan pencarian keadilan, dan lain-lain. Pelayanan pembuatan Kartu Keluarga (KK) juga termasuk dalam jasa pelayanan pemerintah kepada masyarakat Pelayanan publik merupakan fungsi utama adanya pemerintahan, pemerintahan dalam hal ini merupakan lembaga yang wajib memberikan atau memenuhi berbagai kebutuhan rakyatnya. tugas pokok pemerintah adalah:
Pelayanan (service), pemberdayaan (employment) dan pembangunan (development). Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat. Dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah harus berlaku efektif dan efisien. Fungsi pemerintahan dalam melayani keperluan masyarakat berhubungan dengan krediblitas dari aparat pemerintahan yang ada di lingkungannya. Interaksi harmonis harus selalu dikedepankan antara pemerintah dengan masyarakat/ konsumen yang dilayaninya, saat ini pelayanan yang dibutuhkan masyarakat adalah pelayanan yang berkualitas tinggi.

B. Hambatan yang di hadapi Pemerintah Kabupaten Sragen dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya penataan birokrasi di BPT Kabupaten Sragen
Hambatan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat terjadi sebelum menggunakan pelayanan terpadu satu pintu, yaitu pada waktu pelayanan terpadu satu atap. Pelayanan satu atap peranannya hanya sebagai kantor pos karena pelaksanaannya masih belum teratur alur koordinasi antar instansi terkait dengan proses pengurusan dalam melayani bermacam-macam pelayanan. Namun setelah menjadi pelayanan terpadu, hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat sangat transparan dan dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.
Penanganan pengaduan dari masyarakat dalam menyampaikan keluhan agar pelayanan dapat memuaskan sesuai dengan ketentuan, terkait dengan pelayanan publik kepada masyarakat mekanisme pengaduan, masyarakat mengajukan pengaduan kepada badan perizinan terpadu Kabupaten Sragen. Stap dan dinas terkait mengadakan rapat koordinasi, setelah ditindak lanjiti, kemuadian dinas terkait membuat berita acara hasil rapat koordinasi. Setelah itu hasil rapat baru dapat disampaikan kepada masyarakat yang mengajukan pengaduan, dalam penanganan pengaduan atau keluhan diharapkan dapat memberikan peluang dalam mengubah seorang pelanggan yang kurang puas menjadi pelanggan yang abadi. Namun ada empat aspek yang harus di perhatikan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakan agar mendapatkan kepuasan, yaitu :
1. Empati pelanggan yang kurang berkenan
2. Kecepatan dalam penanganan, pengaduan/keluhan.
3. Kewajiban atau keadilan dalam memecahkan pengaduan
4. Akses terhadap komunikasi dan informasi.
Pada awal pembentukan One Stop service (OSS) banyak sekali hambatan yang di hadapi oleh pemerintah kabupaten terkait dengan pelayanan publik yang akan diberikan pemerintah, khususnya Badan Pelayanan Terpadu. Karena memang tidak mudah memberikan sesuatu yang baru kepada masyarakat tanpa ada bukti terlebih dahulu, namun untuk mengantisipasi hal tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen telah mengambil jalan keluar atau memberikan solusi yang terbaik kepada dinas terkait. Namun ada beberapa memang yang menjadi hambatan-hambatan yang di hadapi Pemerintah Kabupaten Sragen dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya penataan birokrasi di BPT Kabupaten Sragen, yaitu :
1. Masyarakat ragu kinerja lembaga baru
2. DPRD juga belum yakin terhadap kinerja lembaga baru
3. Keterbatasan sarana prasarana
4. Staf yang berasal dari berbagai satuan kerja enggan dipindah ke Pelayanan Terpadu
5. Hambatan awal adalah kerelaan atau keiklasan Kepala Dinas untuk memberikan ijin kepada BPT
Namun hambatan-hambatan di atas dapat diselesaikan karena memang adanya komitmen dari kepala` daerah Kabupaten Sragen dalam upaya memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat yang ada di Sragen, karena kualitas pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan salah satu indikator penting dalam melihat seberapa jauh keberhasilan dari pada Otonomi Daerah yang di berikan, sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka pemerintah kabupaten sragen membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dengan Keputusan Bupati sragen Nomor 17 Tahun 2002 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja Unit Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen. Sedangkan operasionalnya secara resmi dilaksanakan pada 1 Oktober 2002. seiring dengan berjalannya Unit Perizinan Terpadu maka Dinas yang diambil tugasnya dalam memberikan pelayanan perizinan masih mempunyai kewenangan :
a. Target PAD
b. Pembinaan dan pengawasan
c. Hasil pembayaran masuk ke rekening Dinas teknis
d. Dan BPT hanya sebagai pelaksana pelayanan perijinan
e. Pengalihan perijinan dalam rangka pengembengan double c
f. Dinas/instansi untuk production (berwirausaha)
Pemerintah dengan segala perangkatnya sebagai pilar utama penyelengara negara semakin di hadapkan kepada komleksitas global. Perananya harus mampu dan cermat serta pro aktif mengakomodasi segala bentuk perubahan. Kondisi tersebut sangat memungkinkan karena aparatur berada pada posisi sebagai perumus dan penentu daya kebijakan, serta sebagai pelaksana dari segala perturan , melalaui hierarki yang lebih tinggi sampai kepada hierarki yang lebih terendah.
Sementara itu, kondisi objektif dari iklim kerja aparatur selama ini masih di pengaruhi oleh teori atau model birokrasi klasik.
Teori birokrasi telah menimbulkan berbagai implikasi negative yang sangat terkait dengan gejala sebagai berikut.
a. T. Smith (1980), menyebutkan inmobilism-inability to function, adalah kenyataan yang terkait dengan adanya hambatan dan ketidakmampuan menjalankan fungsi secara efektif.
b. E. Bardock (2005), mengemukakan gegala kelemahan yang lain dan sering di jumpai adalah tokenisme, yaitu kecenderungan sikap atministator yang menyatakan mendukung suatu kebijakansanaan dari atas secara terbuka tetapi sebenarnya hanya melakukan sedikit sekali partisipasi dalam pelaksanaanya. Partisipasi yang sangat kecil dapat pula berbentuk partisipasi dalam penurunan mutu atau kualitas pelayanan.
Kontekstual pelayanan borokrasi yang telah di kemukakan di atas sangat penting untuk di angkat dalam setiap perumusan dan penetapan pelayanan publik. Hal ini diharapkan agar dapat mencegah berlanjutnya penyimpangan dalam pelayanan birokrasi. Birokrasi harus dihindarkan dari rancangan oleh pihak-pihak yang tidak menghiraukan kepentingan public untuk menjadikanya sebagai power center. Hal tersebut sangat berbahaya dan mengancam potensi masyarakat.
Untuk memahami beberapa hambatan yang sering menjadi keluhan public terkait pelayanan birokrasi pemerintahan oleh aparat, di antaranya dapat di sebutkan :
1. Memperlambat proses penyelesaian izin;
2. Mencari berbagai dalih, seperti kekuranglengkapan dukoment pendukung , keterlambatan pengajuan permohonan, dan dalih yang lain yang sejenis;
3. Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain;
4. Sulit di hubungi;
5. Senanatiasa memperlambat dengan mengunakan kata-kata ”sedang diproses”.
Pembenahan sistem pelayanan aparatur sekarang ini harus menjadi prioritas. Bagaimana pun pelayanan aparatur akan menentukan mati-hidupnya aktiviras publik, karena harus melalui perizinan dan peraturan-peraturan pemerintah. khususnya terkait kegiatan investasi.
Identifikasi tersebut merupakan sebagaian dari masalah dalam birokrasi pemerintah sewasa ini. Sebab selain masalah tersebut, persoalan birokrasi juga sangat terkait dengan soal kelembagaan karena juga turut menyumbang pada terciptanya komleksitas dan kerumitan (red tape) dalam penyelengaraan pemerintahan dan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat.

C. Strategi yang Dilakukan Kabupaten Sragen dalam Upaya Untuk Mengatasi Permasalahan yang Terjadi
Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (KEPMENPAN NO. 63/KEP/M.PAN/7/2003). Sedangkan dalam kamus besar bahasa indonesia dinyatakan bahwa pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sejalan dengan hal tersebut Cristopher (1992) menyatakan bahwa pelayanan pelangganan dapat diartikan sebagai suatu sistem manajemen, di organisir untuk menyediakan hubungan pelayanan yang berkesinambungan antara waktu pemesanan dan waktu barang atau jasa itu diterima.
Pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan (whatever enhances customer satisfaction) selain itu, membangun kesan yang dapat memberikan denagn biaya yang terkendali/terjangkau bagi pelanggan yang membuat pelanggaran terdorong/termotivasi untuk bekerjasama berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang prima. Tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan masyarakat/pelanggan pada umumnya. Untuk mencapai hal itu diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kualitas/mutu pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan keinginan dengan kenyataan. Hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Sebagaimana merumuskan strategi dan kebijakan dalam pelayanan publik dengan melihat asas-asas pelayanan publik sebagai berikut :
1. Transparan
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhakan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberian dan penerimaan pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisien dan efektifitas.
4. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatiakan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak.
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Selain itu, pelayanan publik harus memberi makna dan respek yang dapat menonjolakan citra positif dimata pelanggan karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendali atau terjangkau bagi pelanggan yang membuat pelangganan terdorong untuk bekerja sama/berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang prima. Dalam menyajikan pelayanan hendaknya menambah sesuatu yang tidak dapat dinilai dengan uang, dan itu adalah ketulusan dan integritas, ketulusan dan integritas bermuara pada hal-hal yang melekat dalam pelayanan prima :
a. Keramahan
b. Kredibilitas
c. Akses
d. Penampilan fasilitas pelayanan
e. Kemampuan dalam menyajikan pelayanan.
Prinsip yang tidak boleh ditinggalkan dalam pelaksanaan pelayanan prima adalah apa yang terbaik untuk konsumen, itulah yang terbaik untuk semua orang sepanjang mengacu pada standar, jiwa dari prinsip ini akan mendorong kita berupaya mengenai siapa pelanggan kita dan apa kebutuhan/ keinginannya. Hal ini harus ditanamkan dalam setiap individu/ anggota organisasi.
1. Manajemen pelayanan
Tantangan yang sangat mendasar dalam pengimplementasian manajemen pelayanan yang berbasic pelanggan adalah bahwa pelangganan yang dilayanani oleh aparatur pelayanan sangat beraneka ragam (mempunyai karakteristik yang berbeda-beda), misalnya. 1). ada pelangganan yang gemar berdebat , 2). ada pelanggan yang pendiam, 3). ada pelanggan yang hobi berbicara 4). ada pelanggan tidak sabar. Pelanggan (costomer), dengan karakteristik seperti ini memerlukan penanganan secara khusus dengan menggunakan pendekatan tertentu dalam penerapan system pelayanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan atau peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam pelayanan publik. Penerapan system manajemen kualitas yang terfokus pada pelanggan dapat behasil guna apabila lebih awal diketahui hambatan yang di hadapi, salah satu hambatan yang selama ini dialami dalam penerapan manajemen kualitas yang berfokus pelanggan adalah ketidakpedulian aparatur dalam penerapan system kualitas yang berfokus padas pelanggan. hasil studi dari berbagai perpustakaan manejemen kualitas seperti yang dilakukan master (1996) yang dikutip Gaspersz (1997) menunjukkan bahwa hambatan-hambatan dalam pengembangan system manajemen kualitas adalah :
a. Ketiadaan komitmen dari aparatur pemerintah
b. Ketiadaan pengetahuan atau kekurangan pahaman tentang manajemen kualitas bagi aparatur yang betugas melayani.
c. Ketidakmampuan aparatur merubah kultur yang mempengaruhi kualitas manaajemen pelayanan pelanggan.
d. Ketidaktepatan perencanaan manajemen kualitas yang dijadikan pedoman dalam pelayanan pelanggan..
e. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan belum di optimalkan.
f. Ketidakmampuan membangunan ”learning organization learning by the individual” dalam organisasi.
g. Ketidaksesuaian antara struktur organisasi dengan kebutuhan
h. Ketidakcukupan sumber daya dan dana.
i. Ketidaktepatan system penghargaan balas jasa bagi karyawan.
j. Ketidaktepatan mengadopsi prinsip-prinsip manajemen kualitas kedalam organisasi.
k. Ketidaktepatan dalam memberikan perhatian pada pelanggan baik internal maupun eksternal.
l. Ketidaktepatan dalam pemberdayaan (empower) dan kerjasama.
Gaspersz mengatakan bahwa keberhasilan pengembangan manajemen kualitas suatu organisasi sangat tergantung pada dua hal pokok :
1. keinginan besar dari manajemen puncak untuk menerapkan prinsip-prinsip kualitas dalam organisasi.
2. prinsip-prinsip kualitas itu diakomodasikan kedalam system manajemen.
Menurut Gaspersz sebuah kebijakan akan berhasil dalam pengimplementasian tergantung pada komitmen pemerintah terhadap pengembangan dan perbaikan system nanajemen kualitas. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kualitas pelayanan mulai dari waktu tunggu, waktu proses hingga waktu penyelesaian suatu produk pelayanan adalah sebagai berikut :
a. Akurasi pelayanan. Berkaitan dengan realitas pelayanan dan bebes dari kesalahan
b. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan.
c. Tanggungjawab. Berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan.
d. Kemudahan mendapatkan pelayanan. Berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan.
e. Kemudahan mendapatkan pelayanan.
f. Variasi model pelayanan. Inovasi untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, features dari pelayanan dan lain-lain.
g. Pelayanan pribadi. Untuk mendapatkan pelayanan yang fleksibel dan penanganan yang khusus.
h. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan. Berkaitan dengan lokasi, ruang dan tempat pelayanan, kemudahan jangkauan dll.
Walaupun banyak kalangan berpendapat bahwa strategi sangat identik dengan cara, tekhnik untuk mencapai tujuan tertentu, namun strategi yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah suatu uraian yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mencapai objektivitas formal dan salah satu tujuan inti yang ingin dicapai dari strategi pelaksanaan pelayanan prima adalah mengembangkan citra aparatur pemerintah yang sirna di hati masyarakat melalui penyajian pelayanan prima kepada masyarakat. Karena itu, pelayanan terbaik adalah menyediakan nilai tambah bagi pelanggan, dekat dengan pelanggan dalam melakukan transaksi kemungkinan terjadinya masalah dan bertindak cepat, tepat dan akurat dalam menyelesaikan keluhan masyarakat. Serta menyediakan cara dan wewenang kepada stafdigaris depan untuk bertindak cepat dalam memperbaiki kesalahan dan mengenali apa yang dihargai oleh masyarakat ketika terjadi masalah (Willington patricia 1998)
Adapun strategi yang harus diambil pemerintah daerah dalam upaya peninggkatan pelayanan kepada masyarakat adalah sebagai berikut :
(1). Strategi dan kebijakan pelayanan publik.
Komotmen pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan yang adil dan demokratis terhadap masyarakat akan dapat dilihat dari kebijakan dan strategi yang dirumuskannya. Kebijakan pemerintah daerah dalam pelayanan publik akan menjadi dasar bagi terselenggaranya pelayanan publik akan menjadi dasar bagi terselenggaranya pelayanan publik yang adil dan demokratis melalui kelembagaan yang berbasis pada kebutuhan layanan masyarakat. Cakupannya adalah :
a. pengertian pelayanan publik
b. makna dan tujuan pelayanan
c. paradidma pelayanan
d. manajemen pelayanan
e. pengembangan pelayanan
(2). Kinerja Pelayanan
Kinerja pelayanan seringkali dianggap sebagai sumber kelambanan dalam memberikan pelayanan, untuk dapat mengukur apakah sebuah pemberi pelayanan berkerja dengan cepat atau lambat maka di perlukan indikator-indikator ataupun ukuran. Dalam hal ini adalah :
a. Organisasi Pelayanan Publik
b. Mengukur kinerja Organisasi Pelayanan Publik
c. Pembaruan Organisasi Pelayan Publik
(3). Kelembagaan yang berbasis pada kebutuhan layanan masyarakat
Bagaimana pelayanan publik dapat dijalankan dan dapat memenuhi tuntutan masyarakat apabila kelembagaan yang ada di daerah dibentuk tidak berdasarkan pada kebutuhan masyarakat, apa manfaat dari sebuah lembaga di daerah bagi masyarakat selain memenuhi kebutuhan masyarakat, harus juga dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Analisa masalah dan kebutuhan di kabupaten/Daerah
b. Proses Penyususan Kelembagaan Daerah: Sebuah Model
c. Penataan Kelembagaan dan pelayanan Publik
d. Struktur Kelembagaan Pelayanan Publik: Good Practice
(4). Implementasi Pelayanan Publik
(5). Formulasi Perbaikan Pelayanan Publik
Upaya ini merupakan pembahasan bersama bagaimana meningkatnya pelayanan publik didaerah berdasarkan pada masalah dan sumber daya yang dimiliki masing-masing daerah. Diharapkan dalam upaya peningkatan pelayanan ini ada rumusan-rumusan yang jelas apa mungkin dilakukan oleh masing-masing dinas atau lembaga untuk meningkatkan pelayanan.
2. Pengembangan Pelayanan
Cita-cita masa depan suatu organisasi harus dicanangkan dalam visi dan misi yang mampu mengerakan (to energize) tumbuhnya :
1. Comunity of interest and aspiration
2. Kebangaan diri
3. Haus terhadap pembaharuan dan perbaikan
4. Memandu Standar of excellene
Organisasi berkepentingan pada pelayanan prima, karena unsur customer yang kita layani merupakan unsur yang berkulifikasi pembeli (dalam dunia bisnis) dan publik yang harus diberdayakan agar dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan di segala bidang. Yang perlu diperhatikan dalam pengembangan startegi pelayanan adalah sendi-sendi keprimaan dalam menetapkan standar pelayanan perlu menetapkan sasaran yang tepat dalam pengembangan kebijakan pelayanan. Pelayanan yang SMART adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan dengan penuh perhatian karena pelanggan adalah orang yang paling penting kita penuhi keinginannya. Pelanggan bukanlah penggangu perkerjaan kita, melainkan merekalah yang menjadi tujuan kita berkerja, karena itu kepuasan pelanggan adalah tujuan kita dalam memberikan pelayanan.
Inti sasaran pelayanan yang SMART adalah saran pelayanan yang:
a. Specivic (spesifik)
b. Measurable (dapat diukur)
c. Achievable (dapat dicapai)
d. Relevan (relevan / sesuai kepentingan / keingian pelanggan)
e. Timed ( jelas penentuan batas waktunya)
Dalam proses kebijakan yang sering dilupakan dalam kinerja aparatur pemerintah adalah KIS. Pentingnya KIS sebagai penompang keberhasilan kebijakan yang akan dibuat hingga kecerobohan, tumpang tindih kinerja dapat diminimalkan bahkan dihilangkan, sebagai faktor pendukung dalam pencapaian strategi kebijakan pelayanan.
Yang dimaksud KIS di atas adalah:
* K : Koordinasi.
* I : Integrasi.
* S : Sinkronisas
Keberhasilan kebijakan pelayanan yag dikemukakan di atas merupakan tantangan bagi penjelmaan Aparatur Pemerintahan dalam menyikapi gejolak, keinginan maupun kebutuhan masyarakat yang dasarnya ingin diperhatikan dan dihargai sebagai manusia yang mempunyai martabat dan harga diri. Tuntutan yang selalu muncul dari masyarakat yang ingin dilayani membuat dewasa kinerja aparatur dalam menghadapinya, dan hal ini membutuh kan energi dan atensi kompetisi kerja. Untuk itu diperlukan komitmen, kompetensi dan konsep yang cepat, Tepat, Akurat , Ramah, dan Murah dari aparatur dalam mengimplementasikan kebijakan pelayanan publik yang prima, serta sinkronisasi yang sinergi antara aparatur yang memberikan pelayanan dengan pelanggan yang memerlukan pelayanan.
Standar pelayanan publik yang prima pada organisasi pemerintah menjadi penting dihayati dalamm pelaksanaanya, karena pada dasarnya merupakan fitrah yang melekat dalam tugas pokok dalam fungsi aparatur dalam organisasi pemerintah.
3. Pembaruan Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi publik. Struktur organisasi merupakan unsur yang sangat penting, karena struktur organisasi akan menjelaskan bagaimana kedudukan, tugas, dan fungsi dialokasikan didalam organisasi. Hal ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap cara orang melaksanakan tugasnya (bekerja) dalam organisasi. Katika arah dan strategi organisasi secara keseluruhan telah ditetapkan serta struktur organisasi telah disesain, maka hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana organisasi tersebut melakukan kegiatan atau menjalankan tugas dan fungsi.
Menurut Hadari Nawawi (dalam Kaho, 1988) ditinjau dari tujuannya, organisasi dapat dirumuskan sebagai :
a sistem of action atau sebagai sistem kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan ditinjau dari strukturnya, organisasi dapat di rumuskan sebagai susunan yang terdiri dari satuan-satuan organisasi serta segenap pejabat, kekuasaan, tugas, dan hubungan-hubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu.”

Filippo (1987) menyatakan bahwa hasil langsung dari proses organisasi adalah penciptaan struktur organisasi. Struktur adalah kerangka dasar dari hubungan formal yang telah disusun. Maksud dari tujuan itu adalah untuk membantu dalam mengatur dan mengarahkan usaha-usaha yang dilakukan dalam organisasi sehingga dalam sehingga dengan demikian usaha-usaha itu terkoodinir dan konsisten dengan sasaran organisasi. Lebih lanjut filipo menyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk (tipe) dasar struktur organisasi, yaitu struktur lini, struktur lini dan staf, struktur fungsional, struktur proyek.
Oleh sebab itu, untuk mewujudkan suatu organisasi yang baik serta efektif dan agar struktur organisasi yang ada dapat sehat dan efesien, maka dalam berorganisasi tersebut perlu di terapkan beberapa asas atau prinsip organisasi. Dengan perkataan lain, organisasi yang sehat dan efektif, efesien adalah organisasi yang dalan pelaksanaan tugas-tugasnya mendasari diri pada asas-asas organisasi tertentu asas organisasi terdiri dari : 1) rumusan tujuan yang jelas, 2) pembagian pekerjaan, 3) pelimpahan/pendelegasian wewenang, 4) koordinasi, 5) rentangan kontrol, 6) kesatuan komando.
Struktur organsasi adalah sistem formal dari aturan dan tugas serta hubungan yang otoritas yang mengawasi bagaimana anggota organisasi bekerja sama dan mmenggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi. Perhatikan sebuah organisasi terhadap bentuk struktur organisasi dapat memebantu organisasi untuk mempersatukan, meningakatkan kemampuan organisasi untuk mengatur dan mengendalikan keanekaragaman, mengasilkan barang dan jasa, efektivitas organisasi, mengintegrasikan dan memotivasi fungsi-fungsi dan anggotanya, dan memebawa organisasi kearah yang lebih baik.
4. Penataan Kelembagaan Yang Berbasis Pada Kebutuhan Pelayanan Masyarakat
Sesuai dengan tuntunan dan dinamika perkenbangan pelaksanaan otonomi daerah dan sejalan dengan sapirasi dan kebutuhan masyarakat maka kelembagaan perangkat daerah sebagai salah satu institusi penyelengaraan pelayanan publik juga harus di sesuaikan. Sementara ini di berbagai daerah penataan kelembagaan di bentuk lebih berdasar pada penetuan terhadap ketentuan terhadap peraturan perundang-undangan seperti PP 84 Tahun 2000 yang kemudian di ganti dengan PP No. 08 Tahun 2003. pemerintah yang baik adalah pemerintahan yang mampu mmenyelenggarakan pemerintahan secara baik dan memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat. Hal ini dapat berjalan apabila didasari dengan landasan / aturan perundangan yang adil. Di samping itu mesti di dukung dengan adanya kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) yang di siapkan secara efesien.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sistem kelembagaan merupakan unsur yang penting. Sistem kelembagaan merupakan sistem keorganisasian yang menunjukan sistem hubungan dan pembagian tugas yang terjadi dalam suatu organiisasi pemerintah daerah. Apalagi dengan komleksnya urusan yang di tangani, dan banyaknya unit-unit yang ada dalam struktur organisasi pemerintah daerah, sistem kelembagaan akan sangat menentukan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas yang di miliki serta tercapainya tujuan untuk memebrikan pelayanaan yang lebih baik kepada masyarakat. Roda pemerintahan yang baik adalah yang mampu berputar secara cepat dalam arti mampu menyesuaikan perkembangan kebutuhan masyarakat. Untuk itu pemerintah harus memiliki vvisi dan tupokasi yang jelas sesuai potensi sumber daya yang di miliki sehingga program kegiatan dapat memberikan keluaran serta dampak yang bermanfaat besar bagi masyarakat.

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan paparan pada pembahasan maka dapat di simpulkan, bahwa dalam melaksanakan reformasi birokrasi dalam sistem pelayanan publik pada Badan Perizinan Terpadu (BPT) Kabupaten Sragen, harus diadakannya pola reformasi dalam sistem pelayanan, serta hambatan apa saja yang di hadapi oleh BPT Kabupaten Sragen dan juga strategi apa yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan tidak hanya mencakup pembenahan jika tidak disebut perombakan struktural menuju perampingan ukuran dan komponen birokrasi, Lebih dari itu, reformasi birokrasi publik juga mencakup perubahan secara gradual terhadap nilai (public value) dan budaya aparat pemerintah daerah yang berimplikasi pada etos kerja, kualitas pelayanan publik, hingga perubahan perilaku sebagai penguasa (ambtenaar) menjadi pelayanan & pengayoman.
Pemerintah Kabupaten Sragen, misalnya, melakukan perombakan struktural dengan penambahan satuan kerja adhoc. Kelembagaan satker adhoc ini tidak masuk ke dalam struktur birokrasi pemda tetapi mengemban fungsi yang justru menunjang pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan lainnya agar lebih optimal. Marketing Unit (MU) dibentuk Pemkab Sragen sebagai unit fungsional yang bertugas dalam memasarkan potensi sumberdaya kompetitif, peluang investasi, serta produk-produk unggulan kepada pihak-pihak di dalam dan luar Kabupaten Sragen.
Kemudahan birokrasi tentu akan menjadi keinginan masyarakat dan segala kemudahan tersebut telah dirasakan oleh masyarakat yang ada di kabupaten Sragen, Kabupaten yang mempunyai slogan asri, aman, sehat, rapi dan indah. Telah berhasil menerapkan pelayanan satu pintu melalui badan perizinan terpadu (BPT) yang mencoba memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam berbagai hal perizinan maupun non perizinan.
Reformasi suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama (Khan :1981), dilihat dari pengertian diatas Kabupaten Sragen telah melakukan reformasi pelayanan agar kepuasan masyarakat terhadap pemerintah dapat dirasakan, reformasi di Kabupaten Sragen juga dilihat dari indikator reformasi birokrasi sebagai tolak ukur keberhasilan pemerintah.
1. Indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara makro meliputi : Menurunnya angka kemiskinan dan pengangguran, Meningkatnya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya, Menurunnya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Meningkatnya tingkat kepercyaan masyarakat terhadap pemerintah.
2. Indikator keberhasilan reformasi birokrasi internal meliputi : Berakhirnya perilaku koruptif oleh para pegawai / aparat birokrasi, Berakhirnya bentuk-bentuk pengangguran terselubung, yakni kebiasaan kerja para pegawai yang tidak disiplin terutama pada jam masuk dan jam pulang kerja, Sesuainya tingkat kesejahteraan dengan hasil kerja yang dilaksanakan, yakni melalui sistem equal work for equal pay.
Kualitas sebagai standar yang harus dicapai oleh seseorang/ kelompok/lembaga organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan masyarakat Selain sebagai standar yang harus dicapai oleh seseorang, kelompok, atau lembaga organisasi, kualitas juga tidak dapat dipisahkan dari produk dan jasa atau pelayanan. Hubungan kualitas dengan pelayanan masih sangat berkaitan karena untuk menghasilkan output yang baik
Hambatan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat terjadi sebelum menggunakan pelayanan terpadu satu pintu, yaitu pada waktu pelayanan terpadu satu atap. Pelayanan satu atap peranannya hanya sebagai kantor pos karena pelaksanaannya masih belum teratur alur koordinasi antar instansi terkait dengan proses pengurusan dalam melayani bermacam-macam pelayanan. Namun setelah menjadi pelayanan terpadu, hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat sangat transparan dan dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.

Namun ada empat aspek yang harus di perhatikan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakan agar mendapatkan kepuasan, yaitu :
1. Empati pelanggan yang kurang berkenan
2. Kecepatan dalam penanganan, pengaduan/keluhan.
3. Kewajiban atau keadilan dalam memecahkan pengaduan
4. Akses terhadap komunikasi dan informasi.
Sebagaimana merumuskan strategi dan kebijakan dalam pelayanan publik dengan melihat asas-asas pelayanan publik sebagai berikut :
a. Transparan
b. Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhakan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
c. Akuntabilitas
d. Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Kondisional
f. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberian dan penerimaan pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisien dan efektifitas.
g. Partisipatif
h. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatiakan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
i. Kesamaan hak tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.
j. Keseimbangan hak dan kewajiban pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Selain itu, pelayanan publik harus memberi makna dan respek yang dapat menonjolakan citra positif dimata pelanggan karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendali atau terjangkau bagi pelanggan yang membuat pelangganan terdorong untuk bekerja sama/berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang prima.


B. Saran
Dari paparan yang ada dalam pembahasan mengenai reformasi birokrasi dalam sistem pelayanan publik pada BPT Kabupaten Sragen, maka penulis merekomendasikan saran untuk BPT Kabupaten Sragen, antara lain:
1. Reformasi birokrasi diharapakan mampu menjawab dan menjadi jawaban dan solusi bagi masalah yang selama ini terjadi.
2. Mampu untuk menjadi komitmen yang telah ada.
3. Dapat meningkatkan pelayanan yang lebih baik lagi kepada masyarakat, dengan adanya reformasi birokrasi tersebut.
4. Teknologi yang digunakan agar tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Dapat menjaga dan mempertahankan atas pencapaian yang telah didapatkan oleh BPT Kabupaten Sragen